PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA BIOMASSA (PLTB) DENGAN BAHAN BAKAR LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT
Oleh:
Wahyu Aulia, S.TP
A.
PENDAHULUAN
Kebutuhan
energi listrik merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan
masyarakat. Persoalan krisis energi listrik menjadi hal besar yang dihadapi
oleh pemerintah. Kebutuhan energi listrik yang meningkat tidak diimbangi dengan
peningkatan kapasitas pembangkit listrik sehingga terjadi defisit energi
listrik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, tingkat
pemakaian bahan bakar sebagai pembangkit listrik terutama bahan bakar fosil
(konvensional) didunia mengalami kelangkaan dan menimbulkan kekhawatiran akan
terjadinya krisis bahan bakar.
Diperkirakan
pada 2040, pembauran energi global akan menjadi yang paling beragam yang pernah
ada di dunia, dengan minyak, gas, batubara, dan bahan bakar non-fosil
masing-masing berkontribusi sekitar satu perempat dari total bauran. Kajian itu
juga menunjukkan bahwa pada tahun 2040, energi terbarukan tumbuh lebih dari 400
persen dan berkontribusi lebih dari 50 persen pertumbuhan pembangkit listrik
dunia (Industry.co.id, 2018).
Selain itu, kesadaran
manusia akan lingkungan semakin tinggi sehingga muncul kekhawatiran
meningkatnya laju pencemaran lingkungan terutama polusi udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan
bakar tersebut, sehingga muncul sebuah pemikiran penggunaan energi alternatif
yang bersih. Beberapa jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan
antara lain: energi matahari, energi
angin, energi panas bumi, energi panas laut (OTEC) dan energi biomassa.
Energi
biomassa merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam
pengembangannya dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Energi biomassa
dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil karena
sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable
resources), dan relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak
menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan
sumber daya hutan dan pertanian (Widarto dkk, 1995).
Indonesia menjadi negara produksi
terbesar minyak sawit (Crude palm oil/CPO)
dunia dengan hasil 28 juta ton. Produksi CPO Indonesia hampir 50% dari total
produksi dunia memiliki potensi industri kelapa sawit yang kian
prospektif yang menjadi sumber devisa negara dalam memproduksi minyak kelapa
sawit. Peningkatan luas dan produksi perkebunan kelapa sawit telah mendorong
tumbuhnya industri-industri pengolahan, diantaranya Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
yang menghasilkan CPO. PKS merupakan industri yang sarat dengan residu
pengolahan dan hanya menghasilkan 25-30 % produk utama berupa 20-23 % CPO dan
5-7 % inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-75 % adalah residu
hasil pengolahan berupa limbah (Sudiyani dkk, 2010).
Limbah pengolahan kelapa sawit umumya
menghasilkan limbah cair, limbah padat dan limbah gas. Pada limbah padat yang
dihasilkan salah satunya adalah Tandan kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang dapat dimanfaatkan
sebagai energi terbarukan (renewable
energy). Pembusukan TKSS juga menyebabkan terproduksinya lindi (leachate)
yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan air permukaan. Melihat
potensi pencemaranya terhadap lingkungan maka limbah TKKS harus dikelola secara
bijaksana. (Rahmawati, 2011). Pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar pembangkit
listrik dilakukan dengan menggunakan proses gasifikasi sehingga menjadi pembangkit
listrik tenaga biomassa (PLTB).
B.
PEMBAHASAN
Permasalahan dalam memanfaatkan limbah
tandan kosong kelapa sawit (TKKS) adalah mengoptimalkan pemanfaatan limbah
tersebut sehingga menjadi lebih efisien dan menghasilkan nilai ekonomis tinggi.
TKKS merupakan bagian dari produk sampingan (by-product) dalam bentuk padatan dari pengolahan Pabrik Kelapa
Sawit (PKS). Ketersediaan tandan kosong kelapa sawit berdasarkan rerata nisbah produksi tandan
kosong kelap sawit terhadap jumlah total tandan buah segar (TBS) yang diolah.
Setiap pengolahan 1 ton
TBS akan dihasilkan TKKS sebanyak 22–23% atau sebanyak 220–230 kg TKKS
(Hambali, 2007). Namun hingga saat ini, pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa
sawit belum digunakan secara optimal. Sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS)
di Indonesia masih membakar TKKS dalam incinerator yang telah dilarang
oleh pemerintah. Selain itu, limbah padat tandan kosong dilakukan dengan
menimbun (open dumping), penyubur
tanaman sawit sebagai pupuk, atau diolah menjadi kompos dan briket. Bagaimanapun
juga, pengembalian
bahan organik kelapa sawit ke tanah akan menjaga pelestarian kandungan bahan
organik lahan kelapa sawit demikian pula hara tanah jika penanganan yang tidak
sesuai tentu mengakibatkan pencemaran air dan tanah. Limbah padat TKKS yang
dikonversi sebagai energi bahan bakar pembangkit listrik memberikan manfaat
secara luas sebagai penyuplai energi listrik di pabrik dan masyarakat.
1.
Pemanfaatan
Limbah Sebagai Energi Listrik
Limbah tandan kosong kelapa sawit
merupakan biomassa bahan baku padat atau biomassa padat. Biomassa sebenarnya
sudah dikonversi menjadi energi sejak beberapa abad lalu, namun penerapanannya
masih sangatlah sederhana yang mana biomassa langsung dibakar untuk
menghasilkan panas. Namun seiring perkembangan zaman, panas yang dihasilkan
oleh pembakaran biomassa telah digunakan untuk menghasilkan uap dalam boiler.
Uap ini digunakan untuk memutar turbin yang mana nantinya menggerakkan
generator untuk menghasilkan energi listrik. Biomassa dapat dimanfaatkan untuk
memproduksi energi salah satunya melalui proses termokimia contohnya pirolisis,
gasifikasi, dan pembakaran. Perbedaan jenis konversi energi tersebut terletak
pada banyaknya suplay oksigen saat konversi berlangsung sedangkan pirolisis
cenderung tidak membutuhkan oksigen pada prosesnya. Pembangkit
Listrik Tenaga Biomassa dengan pemanfaaan limbah tandan kosong kelapa sawit
yang dilakukan menggunakan konversi energi secara gasifikasi.
Proses gasifikasi terdiri dari empat tahapan proses
atas dasar perbedaan rentang kondisi temperatur, yaitu pengeringan (T > 150
°C), pirolisis (150 °C < T < 700
°C), oksidasi (700 °C < T < 1500 °C), dan reduksi (800 °C < T <
1000 °C) (Siregar, 2016). Gasifikasi merupakan proses pembakaran tidak
sempurna bahan baku padat biomassa yang melibatkan reaksi antara oksigen secara
terbatas dengan bahan bakar padat berupa biomassa. Hasil pembakaran biomassa
yang berupa uap air dan karbon dioksida direduksi menjadi gas yang mudah
terbakar, yaitu hidrogen (H2), karbon monoksida (CO) dan
methan (CH4). Gas-gas produksi ini disebut dengan synthetic gas atau syngas.
Salah satu jenis gasifier yang sederhana dan banyak digunakan yaitu jenis downdraft
gasifier. Keuntungan yang didapat dari menggunakan reactor gasifikasi tipe downdraft
yaitu gas yang dihasilkan lebih bersih dibandingkan tipe lainnya.
Gasifikasi tipe downdraft dapat diaplikasikan sebagai pembangkit daya,
seperti daya listrik atau mesin (Purnomo, 2012). Teknologi gasifikasi
sangat layak digunakan terutama memiliki sumber biomassa yang banyak seperti di
Pabrik Kelapa Sawit.
![]() |
Gambar 1. Skema Proses Gasifikasi |
Telah diketahui sebelumnya bahwa proses gasifikasi memiliki empat
tahapan proses dimana proses tersebut terjadi pada tabung reaktor. Di
dalam reaktor tersebut terjadi empat proses yang berbeda yang berlangsung
sekaligus dalam prosesnya. Uraian proses tersebut dirincikan sebagai berikut:
1. Pengeringan
yaitu kandungan air yang ada dalam biomassa diekstrak dalam bentuk uap tanpa
adanya dekomposisi kimia dari biomasa.
2. Pirolisis, Setelah
pengeringan dilakukan, bahan bakar akan turun dan menerima panas sebesar
250-500°C dalam kondisi tanpa udara. Pirolisis
dimulai dari dekomposisi hemiselulosa pada 200-250, dekomposisi selulosa sampai
350°C, dan pirolisis berakhir pada 500°C. Selanjutnya pengarangan berlangsung pada 500-900°C, yang terjadi pada batas zona pirolisis dan oksidasi. Produk dari
proses ini terbagi menjadi produk cair (Tar dan PAH), produk gas (H2, CO, CO2,
H2O, CH4), tar dan arang. 1.
3. Pembakaran adalah
proses untuk menghasilkan panas yang memanaskan lapisan karbon dibawah. Arang
yang terbentuk dari ujung zona pirolisis masuk keoksidasi, selanjutnya dibakar
pada temperatur operasi yang cukup tinggi 900-1400°C. Distribusi oksigen yang merata akan menyempurnakan proses oksidasi
sehingga dihasilkan tempe-ratur maksimal dalam keseluruhan proses gasifikasi.
Sekitar 20% arang beserta volatil teroksidasi dengan memanfaatkan O2 yang
terbatas, sisa 80% arang turun kebawah menuju bagian reduksi yang hampir
semuanya akan dipakai, menyisakan abu yang jatuh ke tempat pembuangan.
4. Reduksi adalah Proses yang bersifat mengambil panas yang berlangsung
pada suhu 400- 900°C.
Pada proses ini terjadi beberapa reaksi kimia yang merupakan proses penting
terbentuknya beberapa senyawa yang berguna untuk menghasilkan combustible
gas seperti H2, CO, CH4 atau yang dikenal dengan producer gas.
Gambar 2. Tabung Reaktor Gasifikasi |
Producer gas dari gasifikasi biomassa
hasil dari proses pemurnian (syngas) dapat dijadikan sebagai bahan bakar
mesin pembakaran internal penggerak (diesel maupun bensin) generator
listrik. Pada mesin bensin dapat dioperasikan menggunakan injeksi syngas tanpa
bensin. Sedangkan pada mesin diesel, syngas tidak dapat dipakai 100%,
karena suhu dan tekanan di dalam silnder tidak dapat menyalakan campuran udara
dan syngas. Selama injeksi campuran udara dan syngas diperlukan
injeksi solar sebagai pemantik. Pemakaian syngas pada mesin diesel mampu
mensubtitusi kebutuhan solar hampir 70%. Daya listrik yang dihasilkan
tergantung pada generator listrik yang digunakan semakin besar spesifkasi daya
mesin maka semakin besar daya listrik yang dihasilkan. Tetapi, perlu disesuaikan
kapasitas gasifikasi dengan daya listrik dibutuhkan.
2. Realisasi
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
Pemanfaatan
tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar biomassa dapat dijadikan sumber
energi listrik di pabrik PKS tidak hanya mampu menyediakan energi sendiri untuk
pabrik juga mampu mengurangi emisi pembakaran. Pengurangan emisi dikarenakan
pembakaran tandan kosong kelapa sawit mengasilkan emisi yang lebih sedikit
bahkan hampir mendekati nol dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.
Selain itu, pemabakaran tersebut dapat menghindari timbulnya gas metana dari
penumpukan tandan kosong kelapa sawit.
Penerapan
biomassa tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar pembangkit listrik
tenaga biomassa (PTLB) setidaknya memberikan dampak dalam pengurangan energi
fosil terutama sebagai pembangkit listrik. Studi lebih lanjut mengenai
pemanfaatan biomassa tandan kosong sebagai bahan bakar PLTB melalui proses
gasifikasi menjalankan mesin pembangkit listrik
(generator) dengan berkapasitas 50 kW dan bisa mengangkat beban hingga 40 kW
atau efisiensi 80% selama enam jam. Kapasitas daya yang dihasilkan sebesar 40
kW dapat membantu kebutuhan energi untuk 80 kepala keluarga dengan konsumsi
rerata per satu kepala keluraga sebesar 450 watt. Tentu potensi tersebut
memberikan pemerintah untuk bisa membuat kebijakan dalam upaya pemerataan
listrik.
Pemerintah
sebagai pengambil keputusan tertinggi sudah saatnya untuk lebih memanfaatkan
melihat peluang tersebut. Selain sebagai upaya penghematan dan penggunaan
energi bersih juga mampu melakukan pemerataan energi listrik disetiap daerah
yang minim dan tidak terjangkau dengan aliran listrik. Potensi biomassa
terutama tandan kosong kelapa sawit yang banyak dihasilkan dari pengolahan
pabrik PKS, sebaik mungkin segera direalisasikan sebagai pasokan energi secara
mandiri. Kebijakan-kebijakan pemerintah seharusnya menegaskan kepada perusahaan
kelapa sawit dalam pengolahaan limbah padatnya untuk dikonversi menjadi energi
listrik. Upaya tersebut tentu memberikan dampak yang sangat besar, dikarenakan
banyak pabrik PKS masih menggantungkan diri untuk menyuplai energi listrik
berasal dari perusahan listrik negara (PT. PLN Persero). Alhasil, banyak energi
listrik tersebut dialihkan kepada hal-hal yang lebih bermanfaat atau disalurkan
kepada masyarakat yang masih membutuhkan.
kebijakan
pemerintah melalui berbagai kementerian terkait perlu dipastikan benar-benar
mendukung investasi energi baru dan terbarukan yang selama ini dinilai belum
optimal dalam pengembangannya. Pemerintah
sebaiknya berupaya untuk memberikan penekanan terhadap perusahaan lain
non-industri perkebunan untuk berpartisipasi. Program Corporat Social Responsibility (CSR) merupakan program tanggung
jawab sosial sebuah perusahaan dalam mensejahterakan masyarakat. Progam
tersebut yang sangat strategis dapat diaplikasikan sebagai salah satu cara
membantu masyarakat dalam memasok energi listrik dengan pembangkit listrik
tenaga biomassa. Pemerintah setidaknya mewajibkan kepada perusahaan untuk
menggunakan dana CSR untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan energi listrik
secara merata, meskipun hanya sekali dalam setahun. Maka dari itu, dapat dipastikan
bahwa Indonesia sebagai negara Agraris mampu memanfaatkan potensinya untuk
mandiri dalam penggunaan energi alternatif
C. PENUTUP.
Krisis energi
dunia yang sedang menjadi isu terkini telah memberikan dampak-dampak yang
mengkhawatirkan terutama penggunaan energi bidang kelistrikan. Upaya dan kajian
energi yang telah banyak dilakukan bermaksud untuk melakukan pemanfaatan energi
selain dari energi fosil. Energi alternatif merupakan solusi terbaik untuk
mengatasi krisis energi tersebut. Kesadaran masyarakat merasa khawatir terhadap
pencemaran lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia, maka dari itu
harapan yang dinanti akan adanya perubahan penggunaan energi selain energi
fosil. Limbah padat tandan kosong kelapa sawit dapat dijadikan bahan bakar
pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTB) melalui proses gasifikasi, potensi
listrik yang dihasilkan mampu memenuhi kekurangan atau mengganti energi listrik
dalam industri dan rumah tangga. Upaya pemerintah melalui kebijakan-kebijakan
yang dilakukan menghasilkan keuntungan yang sangat baik yaitu: mengentas krisis
energi secara mandiri, penanggulangan limbah padat dan menghasilkan energi
alternatif.
DAFTAR PUSTAKA
Hambali,
E. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Bogor.
Industry.co.id.
2018. Opini: Seiring Bertambahnya Kebutuhan Energi Global,
Peran Energi Terbarukan Akan Semakin Meningkat. http://www.industry.co.id/read/26852/seiring-bertambahnya-kebutuhan-energi-global-peran-energi-terbarukan-akan-semakin-meningkat.
Diakses tanggal : 5 Maret 2018
.
Purnomo,
C, W. 2012. Prinsip Dasar Gasifikasi
Biomasa. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. UGM Press. Yogyakarta.
Rahmawati,
D. 2011. Pengaruh Kegiatan Industri Terhadap
Kualitas Air Sungai Diawak Dibergas
Kabupaten Semarang dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai. http://www.eprints.undip.ac.id.
Diakses tanggal 4 Maret 2018.
Siregar, K., Sholihati., Syafriandi. 2016. The Potential Application of Gasification for
Biomass Power Generation in Isolated Area from National Electricity Company in
Indonesia. Internasional
Journal of Engineering Research and Applications. Vol. 6, pp.09-16.
Sudiyani,
Y., Heru, R. & Alawiyah, S. 2010. Pemanfaatan Biomassa Limbah Lignoselulosa
untuk Bioetanol sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan. Ecolab. 4(1),
1-54.
Widarto. 1995.
Membuat Bioarang Dari Kotoran Lembu. Kanisius.Yogyakarta.
KEPADA PARA PEMBACA AGAR TIDAK MEMPLAGIASI TULISAN INI AKAN TETAPI DAPAT DIJADIKANSEBAGAI REFERENSI DAN RUJUKAN.
BERKARYALAH DENGAN BIJAK!!!!
Tulisan ini merupakan hasil dari karya:
LOMBA
ESSAI NASIONAL BIODIVERSITAS 2018
DENGAN
TEMA: KITA UNTUK BUMI HARI INI, ESOK DAN NANTI
Sub
Tema:
Penerapan
Ilmu Sains dan Teknologi Sebagai Pengendali Pencemaran Lingkungan