23 Juni 2025

Pengelolaan Sampah Plastik Terkini Yang Berkelanjutan Dan Ekonomis Untuk Kota Medan

 Pengelolaan Sampah Plastik Terkini Yang Berkelanjutan Dan Ekonomis

Untuk Kota Medan 

Oleh: Wahyu Aulia

PEMBUKAAN

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat (Saputro, Kismartini dan Syafrudi., 2015). Menurut ilmu kesehatan lingkungan, sampah diartikan sebagai sebagian dari benda atau sesuatu yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, dan dibuang sehingga tidak merusak kelangsungan hidup (Suryani, 2014). Dari seluruh jenis sampah, sampah plastik merupakan sampah yang paling sulit terurai. Butuh waktu lebih dari 20 tahun bahkan sampai 100 tahun untuk mengurai sampah plastik di alam bebas. Sampah plastik terbukti dapat menurunkan kesuburan tanah dan juga merusak ekosistem di perairan (Purwaningrum, 2016).

Kebutuhan plastik di Indonesia mengalami peningkatan hingga rata-rata 200 ton per tahun. Pada tahun 2002 tercatat sebesar 1,9 juta ton, tahun 2003 naik menjadi 2,1 juta ton dan pada tahun 2004 terus mengalami peningkatan menjadi 2,3 juta ton pertahunnya. Pada tahun 2010 penggunaan plastik mencapai 2,4 juta ton dan pada tahun 2011 terus meningkat menjadi 2,6 juta ton. Akibat dari peningkatan jumlah pemakaian plastik ini maka bertambah pula sampah plastik (Iswadi., Nurisa dan Liastuti, 2017).

Saat ini plastik telah menjadi material yang penting di kehidupan modern dan banyak digunakan untuk berbagai macam aplikasi. Plastik masih menjadi bahan yang sulit tergantikan dalam berbagai kebutuhan sehari-hari seperti kemasan makanan, kemasan minuman, tas, produk-produk elektronik, otomotif dan mainan. Penggunaan plastik ini akan terus meningkat sejalan dengan waktu yang akan datang menginat kelebihan yang dimilikinya antara lain ringan dan kuat, tahan terhadap korosi, transparan, mudah diwarnai dan sifat insulasinya yang cukup baik (Syamsiro, 2015).

Alasan sederhana kemunculan plastik menjadi sampah yang terus-menerus akan menjadi isu permasalahan lingkungan adalah ketidakseriusan untuk bersikap bijak dalam penggunaan plastik. Meningkatnya sampah plastik akan memberikan dampak bagi lingkungan yang menjadi permasalahan yang serius jika tidak diatasi dengan solusi yang berkelanjutan. Konsep 3R dirasa dapat menjadi solusi dalam menangani sampah plastik. Konsep 3R yang dimaksud adalah Reuse merupakan tindakan untuk menggunakan kembali barang yang masih layak pakai terutama dari bahan plastik. Reduce mengurangi atau meniadakan penggunaan barang-barang terbuat dari bahan plastik terutama yang sekali pakai dan dapat digantikan dengan dengan bahan yang dapat terurai atau bahan yang dapat dipakai berkali-kali. Recycle yaitu mendaur ulang barang-barang yang terbuat dari bahan plastik.

Pengelolaan sampah menggunakan gaya baru 3R ialah model yang sangat awam dalam memberikan prioritas yang teratas dalam mengelola limbah dapat beorientasi dalam mencegah munculnya sampah, meminimalisasi sampah menggunakan cara barang yang sudah tak digunakan supaya dapat digunakan lagi serta limbah yang bisa didaur ulang dengan metode biodegradeable (biologi) juga cara membuang limbah dengan metode ramah lingkungan (Rosita dan Mintarsih, 2021).

Menurut Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan setiap harinya ada 2000 ton sampah dari 21 kecamatan se-Kota Medan. Hingga saat ini sampah-sampah tersebut dibuang di satu tempat penampungan akhir (TPA) yakni TPA Terjun di Kecamatan Medan Marelan. Beban volume sampah yang diproduksi penduduk sebesar 5.710 m3 /hari. Produksi sampah tersebut yang mampu diangkut oleh Dinas Kebersihan kota Medan baru 68%, sedangkan 32% belum terangkut (Dinas Kebersihan, 2014). Saat ini rumah tangga merupakan penyumbang sampah terbesar. Meskipun saat ini Pemerintah Kota Medan telah meluncurkan sebuah program Bank Sampah yang sedang berjalan di setiap kelurahan tetapi tampaknya masih belum cukup efektif dalam pengurangan limbah sampah plastik. Selama ini pengelolaan sampah belum mencapai titik maksimal dikarenakan masih banyak prilaku masyarakat dari segala tingkat usia belum diberdayakan secara menyeluruh untuk memahami eksistensi sampah plastik bisa menjadi berkah untuk diolah dan mendapatkan pundi-pundi uang rupiah.

 

ISI

Mengatasi penanganan sampah memerlukan kolaborasi pemerintah dan masyarakat yang memiliki kewajiban yang sama untuk bertanggung jawab dan berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan sampah. Paradigma masyarakat saat ini menganggap membuang sampah hanya sekedar membuang sampah ke tempat yang disediakan atau membakarnya dan lebih buruk lagi dengan membuang sampah ke aliran sungai. Sampah plastik yang menjadi objek sampah yang paling besar, bijak penggunaan plastik dikehidupan sehari-hari sangat perlu diterapkan untuk menghindari sampah plastik yang berlebihan. Narasi yang digaungkan untuk mengurangi penggunaan plastik sebagai pembungkus dengan mensubtitusi penggunaan non plastik. Sebagai contoh, banyak sampah dari rumah tangga berasal dari penggunaan kantong plastik yang sekali pakai maka perlu pencegahan untuk mengatasi kebiasaan tersebut. 

Sisi dampak negatif dari sampah plastik menunjukkan kepada hal-hal yang sangat merugikan bagi lingkungan dan menyebabkan kualitas air dan tanah menjadi buruk dan tercemar, jika ditelaah lebih detail, maka permasalahan sampah plastik sangat memberikan manfaat ekonomis apabila dikelola dengan baik secara serius. Banyak inovasi terkini dari kalangan praktisi profesional dan akademisi tebaik yang menerbitkan publikasi terkait permasalahan sampah agar menjadi zero waste dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Pemerintah Kota Medan sudah seharusnya menggandeng dan berkolaborasi dengan para akademisi dan praktisi profesional tersebut untuk mewujudkan kebersihan lingkungan yang asri bebas sampah.

 

1.   Edukasi Sampah Plastik

Seiring bertambahnya pendudul maka sampah yang berasal dari rumah tangga kerap menjadi sumber dari timbulan sampah yang semakin bertambah besar. Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul atau produksi dari masyarakat dengan satuan volume ataupun berat per kapita perhari. Tahun 2023, timbulan sampah Kota Medan mencapai 645,661.28 ton/tahun (SIPSN, 2023). Pola konsumsi masyarkat yang dominan menggunakan bahan plastik berbanding lurus dengan sampah yang dihasilkan dari dampak penggunaan sampah plastik tersebut mulai dari pengemasan makanan, kantong plastik belanja hingga packaging dari belanja Online. Sebagai salah satu upaya pemerintah pusat mengurangi penggunaan sampah plastik dengan mengusung sebuah program. Program tersebut dinamakan Kantong Plastik Tidak Gratis (KPTG).

Penerapan KPTG itu merujuk pada Surat Edaran Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang dikeluarkan pada 2016 bernomor SE/8/PSLB3/PS/PLB.0/5/2016. Penerapan KPTG tersebut memang dinilai menjadi perdebatan. Sebab, pembeli harus dibebankan biaya kantong plastik sebesar 200-500 rupiah. Kalaupun satu orang masih sedikit nominalnya, berbeda kalau itu dilakukan oleh ribuan bahkan jutaan anggota masyarakat. Tentu saja, akan menguntungkan pihak tertentu. Padahal, tujuan dari penerapan KPTG adalah untuk meminimalisasi sampah plastik, bukan untuk mendulangkan untung bagi pihak tertentu (Detiknews, 2019).

Pemerintah Kota Medan sendiri sudah meluncurkan progam Bank Sampah yang bertujuan untuk mengurangi edaran sampah yang tidak terkelola dengan baik dan memaksimalkan sampah untuk dapat diterapkan fungsi reduce (mengurangi), reuse (menggunakan ulang), recyle (mendaur ulang) yang diharapkan dapat semakin meningkatkan partisipasi dan kesadaran masyarakat dalam menerapkan sistem konversi dari sampah menjadi sumber pendapatan. Meskipun demikian, Pemerintah Kota Medan harus terus melakukan sosialisasi berkelanjutan terutama pola distribusi penanganan sampah serta penjadwalan angkutan sampah baik ditingkat kelurahan hingga kecamatan sehingga masyarakat secara sadar untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan dan penerapan hukuman sesuai Perda Kota Medan No. 6 Tahun 2015. Selain itu, Pemerintah Kota Medan berperan aktif untuk mewajibkan di setiap penyelenggara acara atau event untuk berkampanye dalam penanganan sampah di tempat acara sekaligus mendidik masyarakat lintas generasi untuk bisa mengklasifikasikan jenis sampah dan membuangnya ke tempat sampah yang telah disediakan. Pandangan masyarakat saat ini masih menganggap bahwa sampah masih sebatas membuang sampah pada tempatnya, pengangkutan sampah oleh petugas dan sampah dikumpulkan ke TPA. Pemerintah Kota Medan harus menggencarkan pemberitahuan hingga peringatan akan penanganan dan pengelolaan sampah dengan baik dengan megedukasi masyarakat secara terus-menerus, apalagi karakterisktik dan budaya masyarakat Kota Medan yang beragam dan terkesan keras.

 

1.   Program Keberlanjutan

Pola konsumsi masyarakat yang berubah terutama dalam penggunaan sampah plastik akan menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan kedepannya jika tidak dilakukan terobosan dalam pengelolaan sampah secara baik. Pengelolaan sampah di Kota Medan masih sangat sederhana jika dibandingkan dengan pengelolaan sampah di kota lain seperti Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur berupaya melakukan pengelolaan sampah berbasis TPS 3R (tempat pengolahan sampah reduce, reuse, recycle) yang melibatkan partisipasi masyarakat. Banyuwangi juga bekerjasama dengan Pemerintah Norwegia melalui Avfall Norge (asosiasi persampahan Norwegia) dan Indonesian Solid Waste Association (INSWA), yang memuat rencana pengelolaan sampah Banyuwangi yang terintegrasi dan berkelanjutan untuk jangka waktu 20 tahun.

Kabupaten Banyuwangi memiliki sejumlah program persampahan, mulai bank sampah, pembangunan TPS3R hingga berbagai inovasi penanganan sampah yang melibatkan pihak swasta maupun masyarakat. Pemkab sendiri telah menjadikan penanganan sampah sebagai prioritas program pembangunan sehingga penanganannya cukup komprehensif, dari hulu ke hilir. Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menerangkan bahwa pemerintah membuat regulasi persampahan mulai peraturan daerah, peraturan bupati, hingga Surat Edaran tentang pengelolaan dan pengurangan penggunaan plastik. Kami juga menetapkan pengelolaan persampahan sebagai salah satu indikator penilaian dalam rapor desa, yang akan menentukan alokasi anggaran tiap desa (Beritabwi, 2024). Melihat keberhasilan Banyuwangi tersebut, Pemko Medan memiliki pertimbangan dalam membuat kebijakan pengelolaan sampah berkelanjutan secara komprehensif dengan melakukan studi banding ke Kabupaten Banyuwangi serta diadaptasikan ke masyarakat Kota Medan.

Prestasi pengelolaan sampah Plastik di Kota Medan akan semakin terasa jika seluruh kelurahan berlomba-lomba menjadi yang terbaik dalam menangani sampah terutama plastik. Banyak poin regulasi Pemkab Banyuwangi yang dibuat tidak beda jauh dengan Pemko Medan akan tetapi satu poin terakhir berkaitan dengan anggaran tiap kelurahan bisa jadi pertimbangan untuk memicu kinerja perangkat kelurahan dan antusiasme masyarakat. Alhasil penggunaan anggaran bisa terbagi dengan baik dan transparan sejalan dengan meningakatnya kebersihan kawasan lingkungan di setiap kelurahan.

3. Manfaat Ekonomis

Kota Medan sebelumnya memiliki 2 (dua) lokasi yang dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yaitu TPA Terjun di Kecamatan Medan Marelan dan TPA Namo Bintang di Kecamatan Medan Tuntungan (BPS, 2019). Namun saat ini lokasi TPA yang masih berfungsi hanya di TPA Terjun yang lokasinya berada di Kecamatan Medan Marelan. Akibat permasalahan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merencanakan untuk membuat TPA regional untuk Kota Medan dan sekitarnya. Adapun TPA regional tersebut, akan dibangun di Kecamatan STM Hilir Deliserdang. Untuk membangun TPA tersebut membutuhkan biaya sebesar Rp300 miliar yang akan menjadi TPA bagi kawasan Medan, Binjai, Deliserdang, dan Karo (Sumutprov.go.id, 2022).

Usulan pembangunan TPA baru tersebut tentu menjadi kabar positif untuk pengelolaan sampah bekelanjutan yang lebih baik, meskipun dengan menggunakan anggaran yang cukup besar tetapi hal tersebut sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat. Anggaran tersebut nampaknya hanya dapat diserap untuk pembangunan infrastruktur dasar TPA maka untuk pembangunan berkelanjutan TPA akan sulit direalisasikan. Pembangunan berkelanjutan yang dimaksud yaitu pengelolaan sampah yang bersih dan modern sesuai dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) sehingga bisa menghasilkan keuntungan yang ekonomis. Tidak hanya diam, sebelumnya di beberapa kesempatan Pemko Medan juga telah berupaya untuk menarik investor untuk berinvestasi dalam pengelolaan sampah dan energi. 

Penawaran investasi pengolahan sampah dan transportasi ke Jepang melalui Indonesia-Japan Business Network (IJB) (Kompas.id, 2021). Perusahaan asal Korea, Energy Power Cp, LTD tertarik berinvestasi dibidang energi terkait lingkungan hidup karena mendengar Indonesia berkomitmen me-reduce karbon emisi sampai nol pada 2050 (Portal Pemko Medan, 2024). Rencana pembangunan TPA regional masih dalam tahap usulan proyek prioritas Pemprov Sumatera Utara yang diajukan ke Pemerintah Pusat, maka butuh waktu untuk pengesahan dan perencanaan dalam realisasi proyek tersebut. Progres pembangunan yang memakan waktu cukup lama tidak akan bisa menunda sampah-sampah plastik yang keluar dari rumah tangga, maka butuh solusi cepat dengan mengupayakan segera penanganan sampah lebih baik. Adapun solusi cepat yang dapat diusulkan berupa konsep ekonomi sirkular dan teknologi alternatif pirolisis yang memiliki peran dan prospek besar dalam memperoleh keuntungan yang bernilai ekonomis.

a. Ekonomi Sirkular

Ekonomi sirkular adalah suatu sistem pemanfaatan sumber daya dimana terjadinya proses pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang sampah. Ekonomi sirkular menggunakan gagasan regenerasi sistem alami yang dimulai dengan proses manufaktur untuk mencapai perubahan sistemik dan komprehensif dalam kegiatan ekonomi. Selain itu, ekonomi sirkular dapat meningkatkan daya tahan produk yang tahan lama dan menghasilkan bisnis dan kegiatan ekonomi yang lebih unggul dan lebih menguntungkan bagi elemen lingkungan dan sosial masyarakat (Kristianto dan Nadapdap, 2021).

Sebuah jurnal terbaru tahun 2024 yang mempelajari konsep ekonomi sirkular di Kota Medan  berjudul “ Implementasi Circular Economy Melalui Pengendalian Sampah Bahan Daur Ulang terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat: Studi Kasus Rumah Kompos dan Bank Sampah Induk Sicanang Kota Medan Provinsi Sumatera Utara” dengan penulis Rofiqoh Ainun, Yusrizal dan Nurul Jannah dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara telah mengemukakan sebuah hasil studi dengan memaparkan bahwa Kota Medan telah bergerak dengan 36 Bank Sampah dari berbagai kecamatan dengan total 2550 nasabah. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perencanaan dan mekanisme pelaksanaan dan mengembangkannya dengan konsep 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Recovery, Repair) mulai dari pengangkutan sampah, pemilahan sampah, pengelolaan sampah.

Penelitian tersebut juga mengemukakan kendala yang dialami Bank Sampah Induk Sicanang yaitu rasa antusias dan kesadaran masyarakat yang kurang berperan yang mengakibatkan operasional unit menghadapi kendala dalam pengelolan sampah. Selain itu, unit operasional yang cukup besar berupa unit mesin, suplai daya listrik serta alat-alat pendukung kurang memadai (Ainun, Yusrizal dan Jannah, 2024). Hal-hal tersebut seharusnya dapat menjadi pertimbangan studi bagi Pemerintah Kota Medan untuk berinovasi penanganan sampah plastik di bagian hilir. Tentu jika ditelaah lebih lanjut maka titik permasalahannya ada pada di anggaran yang kurang memadai, hal ini memang tidak bisa terhindari akan tetapi mengingat bahwa penanganan sampah dari hulu cukup baik maka pemerintah kota dan stakeholder terkait cukup mudah meyakinkan investor untuk berinvestasi pengelolaan sampah terutama sampah plastik di bagian hulu berlandaskan ekonomi sirkular.

Lantas apa saja yang menarik dan menguntungkan jika penerapan ekonomi sirkular dilakukan secara serius. Perlu diketahui bahwa dasar dari ekonomi sirkular pada konsep 5R yang telah disebutkan diatas, artinya proses pemilahan sampah plastik lebih teliti berdasarkan jenisnya hingga dapat dipastikan bahwa sampah plastik aman untuk diolah kembali. Metode pengolahan melalui metode fabrikasi yang mengolah sampah plastik melalui proses mekanisasi pemotongan kecil, pemanasan, pembentukan dan penghalusan yang dapat dijadikan sebagai bijih plastik bahan baku untuk diolah kembali menjadi sepatu, tas, baju hingga peralatan perkakas.

b. Metode Pirolisis

Pirolisis dapat dikatakan sebagai salah satu teknologi alternatif yang dapat menjadi solusi pengelolaan sampah plastik di Indonesia. Pirolisis dapat mengkonversi sampah plastik menjadi minyak setara Solar dan dapat menjadi sumber alternatif pengganti bahan bakar mesin diesel.

Pirolisis merupakan suatu proses dekomposisi bahan oleh temperatur. Proses pirolisis diawali pada temperatur besar serta tanpa O2. Produk cair menguap memiliki tar serta polymatic hydrocarbon. Produk pirolisis biasanya terdiri dari 3 tipe, ialah gas (H2, CO, CO2, H2O serta CH2), tar (pyrolitic oil), serta arang. Umpan untuk proses pirolisis bisa berbentuk bahan-bahan alam tanaman, biomassa, ataupun berbentuk polimer. Dengan proses pirolisis, biomassa serta polimer mengalami pemutusan jalinan membentuk molekul- molekul dengan dimensi serta stuktur yang lebih ringkas. Pirolisis biomassa secara universal ialah dekomposisi bahan organik menciptakan bahan padat berbentuk arang aktif, gas serta uap dan aerosol. Gas yang bisa dikondensasikan selaku bahan cair dan stabil pada temperatur kamar ialah senyawa hidrokarbon yang dikenal dengan biofuel ataupun bio-oil (Ristianingsih, Ulfa, dan Syafitri, 2015). Bio-Oil atau pyrolysis oil adalah sejenis minyak bakar yang memiliki berat jenis tinggi, dibuat dari bahan nabati khususnya dari bahan berlignoselulosa, seperti biomassa limbah kehutanan, industri hasil hutan, dan pertanian. Bio-Oil terbuat dari berbagai senyawa oksigenat organik yang berbeda-beda dan tidak bercampur dengan bahan bakar minyak pada umumnya. Hal ini karena tingginya kadar air, yakni sekitar 15–20% yang berfungsi juga sebagai pengikat ratusan molekul yang berbeda sehingga disebut sebagai emulsi mikro (Wibowo dan Hendra, 2015).

Disebuah akun Tiktok dan Instagram dengan nama pengguna @getplastic_id  adalah lembaga ­Non-Governmental Organization (NGO) berasal dari Badung, Bali mengembangkan sebuah inovasi mesin pirolisis untuk mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar solar dan bensin. Melalui postingan akun @getplastic_id tersebut bahan bakar yang dihasilkan diklaim telah lulus uji laboratorium dan hasil bahan bakar solar disetarakan dengan jenis bahan bakar Dexlite yang memiliki nilai CN51, hasil yang cukup mengagumkan. Inovasi mesin pirolisis dari @getplastic_id telah melewati proses 15 prototype hingga mampu menciptakan mesin pirolisis yang diklaim dengan efisiensi 1:1, artinya 1 kg sampah plastik menghasilkan 1 liter bahan bakar. Selain itu, tidak hanya bahan bakar yang dihasilkan dari mesin pirolisis tersebut melainkan terdapat 2 residu yaitu pertama black carbon dan gas buang propilin. Black carbon berupa serbut padatan yang dapat diolah menjadi media tanam, merchandise pernak-pernik dan pavingblock atau ecobrick. Gas buang propilin masih dibawah ambang rata-rata polusi dapat dijadikan bahan bakar gas mesin dan kompor. Lembaga NGO @getplastic_id juga telah berkeliling ke seluruh penjuru di Indonesia membantu penanganan sampah melalui mesin pirolisis hingga menjadi perhatian bagi khalayak umum dan pejabat public atas inovasi tersebut.

Mengingat kembali bahwa produksi sampah terutama sampah plastik rumah tangga di Kota Medan kian hari semakin bertambah banyak. Hingga kapasitas TPA berkurang sangat drastis, maka inovasi dari @getplastic_id dapat menajadi pilihan prioritas untuk diadopsi sebagai solusi cepat penangan sampah plastik sembari menunggu realisasi TPA regional dan investasi asing pengelolaan sampah modern. Sebuah keuntungan bagi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan untuk menghemat anggaran operasional bahwa hasil dari mesin pirolisis tersebut menghasilkan bahan bakar untuk kendaraan truk sampah dan becak pengangkut. Tentu dapat diasumsikan 10 persen dari 2000 ton sampah di Kota Medan termasuk jenis sampah plastik 200 ton dapat diubah menjadi bahan bakar solar menjadi 200,000 liter yang dapat dihasilkan setiap harinya. Gerak cepat dan solusi tepat ini menjadi sebuah kebijakan  bagus bagi pemerintah dalam penghematan anggaran dan untuk masyarakat Kota Medan dapat mencegah pencemaran lingkungan dari sampah plastik yang semakin memburuk setiap hari.

PENUTUP

Plastik telah menjadi kebutuhan bagi keberlangsungan hidup manusia sehingga mustahil bisa terlepas di kehidupan sehari-hari. Banyak kebutuhan premier dan peralatan pendukung yang diadopsi menggunakan bahan baku dari plastik, maka keberadaan plastik akan dipakai secara terus-menerus. Saat ini, untuk mencegah pencemaran lingkungan yang masif dibutuhkan kesadaran bagi masyarakat agar berupaya semaksimal mungkin memanfaatkan plastik dengan bijak dan tidak menimbulkan sampah plastik berserakan dimana-mana. Upaya sosialisasi ke lingkungan masyarakat dan pendidikan tentang sampah sedini mungkin di kalangan anak sekolah harus diajarkan secara berkesinambungan hingga menghasilkan kebiasaan-kebiasaan dan menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan. Pemerintah Kota Medan memiliki otoritas wilayah terbesar ketiga di Indonesia sudah seharusnya mengelola kebersihan lingkungan masuk dalam kategori prioritas, mengingat banyaknya sampah yang dihasilkan serta pertumbuhan kepadatan penduduk semakin bertambah membuat resiko pencemaran lingkungan rentan semakin memburuk. Banyak inovasi dalam pengelolaan sampah plastik yang menguntungkan sehingga tidak menjadi alasan untuk tidak mengupayakan pemanfaatan sampah plastik menjadi bernilai ekonomis. Ekonomi sirkular dan pirolisis merupakan pilihan gebrakan teknologi dari sekian banyaknya inovasi yang dipublikasikan, kedua hal tersebut memiliki keuntugan ekonomis dapat dirasakan bagi masyarakat selain lingkungan bersih juga terbuka lapangan kerja baru dari memanfaatkan sampah plastik menjadi lebih berguna.

DAFTAR RUJUKAN

Ainun, R., Yusrizal dan Jannah, N. 2024. Implementasi Circular Economy Melalui Pengendalian Sampah Bahan Daur Ulang terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat: Studi Kasus Rumah Kompos dan Bank Sampah Induk Sicanang Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Medan, Sumatera Utara. Economic Reviews Journal.

Badan Pusat Statistik. 2019. Kota Medan Dalam Angka. Kota Medan

Beritabwi. 2024. Berita: Libatkan Masyarkat dalam Kelola Sampah, Banyuwangi Raih Adipura.https://banyuwangikab.go.id/berita/libatkan-masyarakat-dalam-kelola-sampah-banyuwangi-raih-adipura. Diakses tanggal 07 Agustus 2024

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan. 2014. Laporan Tahunan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan, Medan.

Fauzi, M., Efizon, D., Sumiarsih, E., Windarti, W., Rusliadi, R., Putra, I., & Amin, B. 2019. Pengenalan dan pemahaman bahaya pencemaran limbah plastik pada perairan di Kampung Sungai Kayu Ara Kabupaten Siak. Unri Conference Series: Community Engagement.

Iswadi, Didi., Nurisa, F., dan Liastuti, E. 2017. Pemanfaatan Sampah Plastik LDPE dan PET menjadi bahan bakar minyak dengan Proses Pirolisis.

Kompas.id. 2021. Berita: Kota Medan Tawarkan Investasi Pengolahan Sampah dan Transportasi ke Jepang. https://www.kompas.id/baca/nusantara/2021/11/29/kota-medan-tawarkan-investasi-pengolahan-sampah-dan-transportasi-ke-jepang. Diakses tanggal 07 Agustus 2024

Kristianto, A. H., dan Nadapdap, J. P. 2021. Dinamika Sistem Ekonomi Sirkular Berbasis Masyarakat Metode Causal Loop Diagram Kota Bengkayang. Sebatik.

Portal Pemko Medan. 2024. Berita: Perusahaan Korea Jajaki Kerja Sama Energi dan Lingkungan Hidup dengan Pemko Medan. https://portal.pemkomedan.go.id/berita/perusahaan-korea-jajaki-kerja-sama-energi-dan-lingkungan-hidup-dengan-pemko-medan__read4231.html. Diakses tanggal 07 Agustus 2024

Purwaningrum, P. 2016. Upaya mengurangi timbulan sampah plastik di lingkungan. Jurnal Teknologi Lingkungan.

Ristianingsih, Y., Ulfa, A., dan Syafitri, R. 2015. Pengaruh Suhu Dan Konsentrasi Perekat Terhadap Karakteristik Briket Bioarang Berbahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Proses Pirolisis. Konversi.

Rosita, T., dan Mintarsih, E. 2021. Penyuluhan Pengolahan Sampah Rumah Tangga Secara Daring Melalui Metode Takakura oleh Kelompok Wanita Tani Kebun Sauyunan. Abdimas Siliwangi.

Saputro, Y. E., Kismartini dan Syafrudin. 2015. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Melalui Bank Sampah. Indonesian Journal of Conservation.

SIPSN. Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional. 2021. https://sipsn.menlhk.go.id/sipsn

         Diakses tanggal 05 Agustus 2024.

Suryani, A. S. 2014. Peran Bank Sampah dalam Efektivitas Pengelolaan Sampah (Studi Kasus Bank Sampah Malang). Jurnal Aspirasi.

Sumutprov.go.id. 2022. Berita: Gubernur Edy Rahmayadi Sampaikan 10 Usulan Proyek Prioritas Sumut ke Menteri PPN.https://sumutprov.go.id/artikel/artikel/gubernur-edy-rahmayadi-sampaikan-10-usulan--proyek-prioritas-sumut-ke-menteri-ppn. Diakses tanggal 09 Agustus 2024

Syamsiro, Mochamad. 2015. Kajian Pengaruh Penggunaan Katalis Terhadap Kualitas Produk Minyak Hasil Pirolisis Sampah Plastik.

Wibowo, S., dan Hendra, D. 2015. Seri Paket Iptek Teknik Pengolahan Bio-Oil dari Biomassa. Bogor, Indonesia: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan


22 November 2018

Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTB) Dengan Bahan Bakar Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOMASSA (PLTB) DENGAN BAHAN BAKAR LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

Oleh: Wahyu Aulia, S.TP

A.  PENDAHULUAN
Kebutuhan energi listrik merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan masyarakat. Persoalan krisis energi listrik menjadi hal besar yang dihadapi oleh pemerintah. Kebutuhan energi listrik yang meningkat tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas pembangkit listrik sehingga terjadi defisit energi listrik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, tingkat pemakaian bahan bakar sebagai pembangkit listrik terutama bahan bakar fosil (konvensional) didunia mengalami kelangkaan dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya krisis bahan bakar.

Diperkirakan pada 2040, pembauran energi global akan menjadi yang paling beragam yang pernah ada di dunia, dengan minyak, gas, batubara, dan bahan bakar non-fosil masing-masing berkontribusi sekitar satu perempat dari total bauran. Kajian itu juga menunjukkan bahwa pada tahun 2040, energi terbarukan tumbuh lebih dari 400 persen dan berkontribusi lebih dari 50 persen pertumbuhan pembangkit listrik dunia (Industry.co.id, 2018).

Selain itu, kesadaran manusia akan lingkungan semakin tinggi sehingga muncul kekhawatiran meningkatnya laju pencemaran lingkungan terutama polusi  udara yang diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut, sehingga muncul sebuah pemikiran penggunaan energi alternatif yang bersih. Beberapa jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan antara  lain: energi matahari, energi angin, energi panas bumi, energi panas laut (OTEC) dan energi biomassa.

Energi biomassa merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas dalam pengembangannya dibandingkan dengan sumber energi yang lain. Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable resources), dan relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian (Widarto dkk, 1995).

Indonesia menjadi negara produksi terbesar minyak sawit (Crude palm oil/CPO) dunia dengan hasil 28 juta ton. Produksi CPO Indonesia hampir 50% dari total produksi dunia memiliki potensi industri kelapa sawit yang kian prospektif yang menjadi sumber devisa negara dalam memproduksi minyak kelapa sawit. Peningkatan luas dan produksi perkebunan kelapa sawit telah mendorong tumbuhnya industri-industri pengolahan, diantaranya Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang menghasilkan CPO. PKS merupakan industri yang sarat dengan residu pengolahan dan hanya menghasilkan 25-30 % produk utama berupa 20-23 % CPO dan 5-7 % inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-75 % adalah residu hasil pengolahan berupa limbah (Sudiyani dkk, 2010).


Limbah pengolahan kelapa sawit umumya menghasilkan limbah cair, limbah padat dan limbah gas. Pada limbah padat yang dihasilkan salah satunya adalah Tandan kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan (renewable energy). Pembusukan TKSS juga menyebabkan terproduksinya lindi (leachate) yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan air permukaan. Melihat potensi pencemaranya terhadap lingkungan maka limbah TKKS harus dikelola secara bijaksana. (Rahmawati, 2011). Pemanfaatan TKKS sebagai bahan bakar pembangkit listrik dilakukan dengan menggunakan proses gasifikasi sehingga menjadi pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTB).

B.  PEMBAHASAN
Permasalahan dalam memanfaatkan limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) adalah mengoptimalkan pemanfaatan limbah tersebut sehingga menjadi lebih efisien dan menghasilkan nilai ekonomis tinggi. TKKS merupakan bagian dari produk sampingan (by-product) dalam bentuk padatan dari pengolahan Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Ketersediaan tandan kosong kelapa sawit  berdasarkan rerata nisbah produksi tandan kosong kelap sawit terhadap jumlah total tandan buah segar (TBS) yang diolah.

Setiap pengolahan 1 ton TBS akan dihasilkan TKKS sebanyak 22–23% atau sebanyak 220–230 kg TKKS (Hambali, 2007). Namun hingga saat ini, pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit belum digunakan secara optimal. Sebagian besar pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia masih membakar TKKS dalam incinerator yang telah dilarang oleh pemerintah. Selain itu, limbah padat tandan kosong dilakukan dengan menimbun (open dumping), penyubur tanaman sawit sebagai pupuk, atau diolah menjadi kompos dan briket. Bagaimanapun juga, pengembalian bahan organik kelapa sawit ke tanah akan menjaga pelestarian kandungan bahan organik lahan kelapa sawit demikian pula hara tanah jika penanganan yang tidak sesuai tentu mengakibatkan pencemaran air dan tanah. Limbah padat TKKS yang dikonversi sebagai energi bahan bakar pembangkit listrik memberikan manfaat secara luas sebagai penyuplai energi listrik di pabrik dan masyarakat.

1.    Pemanfaatan Limbah Sebagai Energi Listrik
Limbah tandan kosong kelapa sawit merupakan biomassa bahan baku padat atau biomassa padat. Biomassa sebenarnya sudah dikonversi menjadi energi sejak beberapa abad lalu, namun penerapanannya masih sangatlah sederhana yang mana biomassa langsung dibakar untuk menghasilkan panas. Namun seiring perkembangan zaman, panas yang dihasilkan oleh pembakaran biomassa telah digunakan untuk menghasilkan uap dalam boiler. Uap ini digunakan untuk memutar turbin yang mana nantinya menggerakkan generator untuk menghasilkan energi listrik. Biomassa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi energi salah satunya melalui proses termokimia contohnya pirolisis, gasifikasi, dan pembakaran. Perbedaan jenis konversi energi tersebut terletak pada banyaknya suplay oksigen saat konversi berlangsung sedangkan pirolisis cenderung tidak membutuhkan oksigen pada prosesnya. Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa dengan pemanfaaan limbah tandan kosong kelapa sawit yang dilakukan menggunakan konversi energi secara gasifikasi.

Proses gasifikasi terdiri dari empat tahapan proses atas dasar perbedaan rentang kondisi temperatur, yaitu pengeringan (T > 150 °C), pirolisis (150 °C  < T < 700 °C), oksidasi (700 °C < T < 1500 °C), dan reduksi (800 °C < T < 1000 °C) (Siregar, 2016). Gasifikasi merupakan proses pembakaran tidak sempurna bahan baku padat biomassa yang melibatkan reaksi antara oksigen secara terbatas dengan bahan bakar padat berupa biomassa. Hasil pembakaran biomassa yang berupa uap air dan karbon dioksida direduksi menjadi gas yang mudah terbakar, yaitu hidrogen (H2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Gas-gas produksi ini disebut dengan synthetic gas atau syngas. Salah satu jenis gasifier yang sederhana dan banyak digunakan yaitu jenis downdraft gasifier. Keuntungan yang didapat dari menggunakan reactor gasifikasi tipe downdraft yaitu gas yang dihasilkan lebih bersih dibandingkan tipe lainnya. Gasifikasi tipe downdraft dapat diaplikasikan sebagai pembangkit daya, seperti daya listrik atau mesin (Purnomo, 2012). Teknologi gasifikasi sangat layak digunakan terutama memiliki sumber biomassa yang banyak seperti di Pabrik Kelapa Sawit.

Gambar 1. Skema Proses Gasifikasi


Telah diketahui sebelumnya bahwa proses gasifikasi memiliki empat tahapan proses dimana proses tersebut terjadi pada tabung reaktor. Di dalam reaktor tersebut terjadi empat proses yang berbeda yang berlangsung sekaligus dalam prosesnya. Uraian proses tersebut dirincikan sebagai berikut:
1. Pengeringan yaitu kandungan air yang ada dalam biomassa diekstrak dalam bentuk uap tanpa adanya dekomposisi kimia dari biomasa.
2.  Pirolisis, Setelah pengeringan dilakukan, bahan bakar akan turun dan menerima panas sebesar 250-500°C dalam kondisi tanpa udara. Pirolisis dimulai dari dekomposisi hemiselulosa pada 200-250, dekomposisi selulosa sampai 350°C, dan pirolisis berakhir pada 500°C. Selanjutnya pengarangan berlangsung pada 500-900°C, yang terjadi pada batas zona pirolisis dan oksidasi. Produk dari proses ini terbagi menjadi produk cair (Tar dan PAH), produk gas (H2, CO, CO2, H2O, CH4), tar dan arang.1.     
3.    Pembakaran adalah proses untuk menghasilkan panas yang memanaskan lapisan karbon dibawah. Arang yang terbentuk dari ujung zona pirolisis masuk keoksidasi, selanjutnya dibakar pada temperatur operasi yang cukup tinggi 900-1400°C. Distribusi oksigen yang merata akan menyempurnakan proses oksidasi sehingga dihasilkan tempe-ratur maksimal dalam keseluruhan proses gasifikasi. Sekitar 20% arang beserta volatil teroksidasi dengan memanfaatkan O2 yang terbatas, sisa 80% arang turun kebawah menuju bagian reduksi yang hampir semuanya akan dipakai, menyisakan abu yang jatuh ke tempat pembuangan.
4.  Reduksi adalah Proses yang bersifat mengambil panas yang berlangsung pada suhu 400- 900°C. Pada proses ini terjadi beberapa reaksi kimia yang merupakan proses penting terbentuknya beberapa senyawa yang berguna untuk menghasilkan combustible gas seperti H2, CO, CH4 atau yang dikenal dengan producer gas.

Gambar 2. Tabung Reaktor Gasifikasi



  Producer gas dari gasifikasi biomassa hasil dari proses pemurnian (syngas) dapat dijadikan sebagai bahan bakar mesin pembakaran internal penggerak (diesel maupun bensin) generator listrik. Pada mesin bensin dapat dioperasikan menggunakan injeksi syngas tanpa bensin. Sedangkan pada mesin diesel, syngas tidak dapat dipakai 100%, karena suhu dan tekanan di dalam silnder tidak dapat menyalakan campuran udara dan syngas. Selama injeksi campuran udara dan syngas diperlukan injeksi solar sebagai pemantik. Pemakaian syngas pada mesin diesel mampu mensubtitusi kebutuhan solar hampir 70%. Daya listrik yang dihasilkan tergantung pada generator listrik yang digunakan semakin besar spesifkasi daya mesin maka semakin besar daya listrik yang dihasilkan. Tetapi, perlu disesuaikan kapasitas gasifikasi dengan daya listrik dibutuhkan.


2.    Realisasi Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar biomassa dapat dijadikan sumber energi listrik di pabrik PKS tidak hanya mampu menyediakan energi sendiri untuk pabrik juga mampu mengurangi emisi pembakaran. Pengurangan emisi dikarenakan pembakaran tandan kosong kelapa sawit mengasilkan emisi yang lebih sedikit bahkan hampir mendekati nol dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu, pemabakaran tersebut dapat menghindari timbulnya gas metana dari penumpukan tandan kosong kelapa sawit.
Penerapan biomassa tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga biomassa (PTLB) setidaknya memberikan dampak dalam pengurangan energi fosil terutama sebagai pembangkit listrik. Studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan biomassa tandan kosong sebagai bahan bakar PLTB melalui proses gasifikasi menjalankan mesin pembangkit listrik (generator) dengan berkapasitas 50 kW dan bisa mengangkat beban hingga 40 kW atau efisiensi 80% selama enam jam. Kapasitas daya yang dihasilkan sebesar 40 kW dapat membantu kebutuhan energi untuk 80 kepala keluarga dengan konsumsi rerata per satu kepala keluraga sebesar 450 watt. Tentu potensi tersebut memberikan pemerintah untuk bisa membuat kebijakan dalam upaya pemerataan listrik.
Pemerintah sebagai pengambil keputusan tertinggi sudah saatnya untuk lebih memanfaatkan melihat peluang tersebut. Selain sebagai upaya penghematan dan penggunaan energi bersih juga mampu melakukan pemerataan energi listrik disetiap daerah yang minim dan tidak terjangkau dengan aliran listrik. Potensi biomassa terutama tandan kosong kelapa sawit yang banyak dihasilkan dari pengolahan pabrik PKS, sebaik mungkin segera direalisasikan sebagai pasokan energi secara mandiri. Kebijakan-kebijakan pemerintah seharusnya menegaskan kepada perusahaan kelapa sawit dalam pengolahaan limbah padatnya untuk dikonversi menjadi energi listrik. Upaya tersebut tentu memberikan dampak yang sangat besar, dikarenakan banyak pabrik PKS masih menggantungkan diri untuk menyuplai energi listrik berasal dari perusahan listrik negara (PT. PLN Persero). Alhasil, banyak energi listrik tersebut dialihkan kepada hal-hal yang lebih bermanfaat atau disalurkan kepada masyarakat yang masih membutuhkan.
kebijakan pemerintah melalui berbagai kementerian terkait perlu dipastikan benar-benar mendukung investasi energi baru dan terbarukan yang selama ini dinilai belum optimal dalam pengembangannya. Pemerintah sebaiknya berupaya untuk memberikan penekanan terhadap perusahaan lain non-industri perkebunan untuk berpartisipasi. Program Corporat Social Responsibility (CSR) merupakan program tanggung jawab sosial sebuah perusahaan dalam mensejahterakan masyarakat. Progam tersebut yang sangat strategis dapat diaplikasikan sebagai salah satu cara membantu masyarakat dalam memasok energi listrik dengan pembangkit listrik tenaga biomassa. Pemerintah setidaknya mewajibkan kepada perusahaan untuk menggunakan dana CSR untuk berpartisipasi dalam pemberdayaan energi listrik secara merata, meskipun hanya sekali dalam setahun. Maka dari itu, dapat dipastikan bahwa Indonesia sebagai negara Agraris mampu memanfaatkan potensinya untuk mandiri dalam penggunaan energi alternatif

C.  PENUTUP.
Krisis energi dunia yang sedang menjadi isu terkini telah memberikan dampak-dampak yang mengkhawatirkan terutama penggunaan energi bidang kelistrikan. Upaya dan kajian energi yang telah banyak dilakukan bermaksud untuk melakukan pemanfaatan energi selain dari energi fosil. Energi alternatif merupakan solusi terbaik untuk mengatasi krisis energi tersebut. Kesadaran masyarakat merasa khawatir terhadap pencemaran lingkungan yang mempengaruhi kehidupan manusia, maka dari itu harapan yang dinanti akan adanya perubahan penggunaan energi selain energi fosil. Limbah padat tandan kosong kelapa sawit dapat dijadikan bahan bakar pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTB) melalui proses gasifikasi, potensi listrik yang dihasilkan mampu memenuhi kekurangan atau mengganti energi listrik dalam industri dan rumah tangga. Upaya pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dilakukan menghasilkan keuntungan yang sangat baik yaitu: mengentas krisis energi secara mandiri, penanggulangan limbah padat dan menghasilkan energi alternatif.

    DAFTAR PUSTAKA
  
     Hambali, E. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Bogor.

Industry.co.id. 2018. Opini: Seiring Bertambahnya Kebutuhan Energi Global, Peran Energi Terbarukan Akan Semakin Meningkat. http://www.industry.co.id/read/26852/seiring-bertambahnya-kebutuhan-energi-global-peran-energi-terbarukan-akan-semakin-meningkat. Diakses tanggal : 5 Maret 2018
.
Purnomo, C, W. 2012. Prinsip Dasar Gasifikasi Biomasa. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik. UGM Press. Yogyakarta.

Rahmawati, D. 2011. Pengaruh Kegiatan Industri Terhadap Kualitas Air Sungai Diawak Dibergas Kabupaten Semarang dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai. http://www.eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 4 Maret 2018.

Siregar, K., Sholihati., Syafriandi. 2016. The Potential Application of Gasification for Biomass Power Generation in Isolated Area from National Electricity Company in Indonesia. Internasional Journal of Engineering Research and Applications. Vol. 6, pp.09-16.

Sudiyani, Y., Heru, R. & Alawiyah, S. 2010. Pemanfaatan Biomassa Limbah Lignoselulosa untuk Bioetanol sebagai Sumber Energi Baru Terbarukan. Ecolab. 4(1), 1-54.

    Widarto. 1995. Membuat Bioarang Dari Kotoran Lembu. Kanisius.Yogyakarta.

KEPADA PARA PEMBACA AGAR TIDAK MEMPLAGIASI TULISAN INI AKAN TETAPI DAPAT DIJADIKANSEBAGAI REFERENSI DAN RUJUKAN. 
BERKARYALAH DENGAN BIJAK!!!!

Tulisan ini merupakan hasil dari karya:
LOMBA ESSAI NASIONAL BIODIVERSITAS 2018
DENGAN TEMA: KITA UNTUK BUMI HARI INI, ESOK DAN NANTI

Sub Tema:
Penerapan Ilmu Sains dan Teknologi Sebagai Pengendali Pencemaran Lingkungan




20 November 2018

Mekanisasi Pertanian : STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MENGHADAPI MEKANISASI PERTANIAN


STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MENGHADAPI 
MEKANISASI PERTANIAN

Oleh: Wahyu Aulia, S.TP

PENDAHULUAN

Pemanfaatan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) di Indonesia telah dimulai sebelum terjadi Perang Dunia II. Hal tersebut ditandai dengan penggunaan mesin pengolahan hasil pertanian pada komoditi tanaman pangan dan perkebunan terkhusus pada produksi gula dan karet sejak masa transisi kemerdekaan. Pemanfaatan alat dan mesin pertanian tersebut didatangkan dari luar negeri dalam bentuk alsintan pra panen dan pasca panen yang kebanyakan berasal dari negara Eropa, Amerika, Jepang dan negara Asia lainnya. Perkembangan tersebut meningkatkan permintaan akan Alsintan yang telah mendorong para pengusaha maupun pengusaha baru bertekad menginvestasikan finansial untuk meningkatkan produksi pada industri tersebut (Pramudya, 1996).

Pada saat dimulainya Pelita I perkembangan mekanisasi pertanian terlihat semkain baik karena pada saat itu adanya masukan teknologi yang lebih nyata. Masuknya Alsintan ke Indonesia memiliki berbagai kendala dalam penerapannya di lahan pertanian Indonesia serta menyulitkan para petani untuk mengoperasikannya. Kendala yang dimaksud lebih cenderung pada aspek sosial yang menjadi perhatian pemerintah. Munculnya konsep mekanisasi pertanian selektif yang merupakan perencanaan pemerataan Alsintan sesuai dengan potensi dan kemampuan dalam suatu wilayah sehingga terjadinya ketidakseragaman baik dari segi jenis maupun laju perkembangannya. Alhasil, puncak pertumbuhan dan perkembangan Alsintan terjadi pada Pelita III dan Pelita IV di era rezim Soeharto yaitu swasembada pangan. Peningkatan Alsintan mendorong pemerintahan untuk membuat kebijakan atas usaha untuk melindungi dan mempertahankan industri di dalam negeri. Kebijakan yang dilakukan mengandalkan penggunaan yang intensif produk Alsintan dalam negeri serta meningkatkan komponen dan suku cadang dalam negeri untuk mengurangi penggunaan impor dari luar negeri. Konteks kebijakan tersebut tentu mampu memberikan tolok ukur kemandirian industri terutama bidang mekanisasi pertanian. Dalam pelaksanaan untuk mengembangkan mekanisasi pertanian tidak dapat berdiri sendiri yang merupakan bagian dari sub sistem penunjang (supporting system) dalam proses pemanfaatannya. Mekanisasi pertanian yang bersifat tidak dapat terbagi (indivisible), alsintan sebaiknya didistribusikan kepada banyak pemakai terutama pemerataan terhadap petani kecil yang tidak mempunyai cukup finansial untuk memperolehnya. Selain itu, pengembangan alsintan juga dibekali dengan pengembangan sumberdaya manusia baik dari segi kemampuan hardskill dan softskill (Handaka, 2002).

PEMBAHASAN
Ruang lingkup strategis mekanisasi pertanian memiliki batasan yang sangat kompleks dalam proses pengembangnnya; Pertama, peningkatan produktivitas fokus pada konteks input benih, bibit, pupuk serta alsintan untuk mengolah yang optimum dengan menargetkan hasil output yang besar dibandingkan input yang diberikan. Kedua, efisensi dan proses, cenderung memperhatikan tahap pemberdayaan sumber daya dengan penyelesaian melalui proses yang telah rencanakan. Ketiga, kualitas dan nilai tambah yang menitikberatkan pada hasil dan pengolahan melalu mekanisasi pertanian dengan menekankan dari kerusakan fisik dan mekanis serta susut produk yang terjadi. Keempat, peningkatan pendapatan dengan mengandalkan mekanisasi pertanian mampu memberikan kentungan dari biaya produksi dengan mengolah produk pertanian yang mekanis, teratur serta praktis sehingga pada akhirnya akan mampu menambah pendapatan usaha tani (Pramudya, 1996).

Pengembangan mekanisasi pertanian yang memiliki batasan tentu memerlukan perangkat sebagai syarat agar mampu memanajemen penggunaan mekanisasi pertanian dengan baik. Perangkat yang dimaksud adalah mempersiapkan kelembagaan dan juga yang terpenting pemberdayaan sumber daya manusia sebagai pelaku. Petani di Indonesia pada umumnya memiliki karakteristik yang khas antara lain; mempunyai lahan yang sempit, lemah dalam penyediaan modal serta tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Pandangan tersebut merupakan suatu kendala, sehingga pengenalan mekanisasi pertanian memerlukan waktu yang panjang. Namun, seiring berkembangnya zaman dan teknologi saat ini, pengetahuan dan keterampilan petani meningkat tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada dan kebanyakan petani masih sulit menerima teknologi mekanisasi pertanian.

A.  Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Latar belakang berkaitan strategi pengembangan sumber daya manusia pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendongkrak produktivitas pertanian melalui mekanisasi pertanian. Berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian memaksa pemerintah unuk menerapkan teknologi dan inovasi untuk mengingkatkan produktivitas pertanian. Permasalahan selama ini yang sering terjadi dalam melakukan penerapan mekanisasi pertanian bahwa teknologi dan inovasi yang dibawa kepada petani lambat dan tidak mampu direspon oleh petani. Hal yang perlu diperhatikan bahwa petani menganggap lebih baik menggunakan teknik tradisional tanpa harus susah menguasai teknologi yang ada. Sikap tersebut menimbulkan kesulitan bagi petani untuk berkembangnya produktivitas pertanian (Tim BBP Mektan, 2015).

Gambar 1. Kemajuan Teknologi Traktor Tanpa Awak

Berdasarkan dari permasalahan tersebut, pemerintah sudah seharusnya menerbitkan kebijakan yang arif terkait pengembangan sumberdaya petani dan tenaga kerja sektor pertanian. Kebijakan yang dimaksud tertuju pada pembinaan dan pengawasan yang insentif serta berkelanjutan agar mampu mencapai target produksi.

1.    Pembinaan Tenaga Kerja Terampil
    Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pengembangan mekanisasi pertanian ditingkat usaha tani yang tidak disertai keterampilan pengelolaannya akan mengalami hambatan. Pembinaan yang bersifat personal ini difokuskan pada pemberian softskill  dan keahlian dalam mengoperasikan alat dan mesin pertanian yang akan diadopsi oleh petani. Pembinaan pada mekanisasi pra panen hingga pasca panen serta pengolahan bahan produk pertanian merupakan lingkup yang harus dikuasai tenaga kerja. Tenaga kerja mampu bersinergi dengan petani sehingga mampu menyelesaikan proses penanaman hingga panen sesuai dengan target yang diinginkan. Upaya ini perlu dipikirkan suatu insentif yang kompetitif terhadap sektor non-pertanian, mengingat daya tarik sektor lain khususnya sektor industri sangat besar bagi masyarakat pedesaan.

Gambar 2. Menteri Pertanian RI mengoperasikan Traktor Roda Empat

   Pembinaan hendaknya dilakukan secara intensif dan didukung dengan berbagai sarana dan pra sarana yang diikuti dengan program berkelanjutan agar tidak terputus dari pembinaan tenaga kerja yang terampil. Umumnya tenaga kerja terampil dipadakan kaum-kaum muda yang memiliki kelihaian dan mudah menyerap informasi dari inovasi teknologi mekanisasi pertanian. Pembinaan dapat ditempatkan pada tingkat kabupaten atau kecamatan sehingga terjadi pemerataan terhadap desa yang memiliki potensi pertanian yang besar.

2.    Pengembangan Jasa Penyewaan
   Dalam kegiatan usahatani petani masih bekerja sebagai individu dan menjadikan peran dalam kategori lemah yang disebabkan karena mengelola usahatani dengan luas garapan kecil dan terpencar termasuk juga dalam pengadaan alsintan dengan kepemilikan modal yang rendah. Pemerintah perlu memperhatikan dengan penguatan kelembagaan melalui kelompok tani atau sejenisnya untuk menguatkan pemerataan mekanisasi pertanian disetiap petani dengan proses jas sewa alsintan (Nasrul, 2012).
  Pengembangan jasa penyewaan memiliki tujuan untuk memudahkan para petani untuk berkoordinasi terhadap pengelolaan alat dan mesin pertanian, sehingga mampu membantu sesama petanian dengan kemampuan finansial yang rendah akan kepemilikan alat dan mesin pertanian. Untuk itu perlu diadakannya pengembangan jasa penyewaan alat dan mesin pertanian yang dikelola oleh lembaga kelompok petani atau non-petani yang memiliki finansial yang baik dan mau berkecimpung di sektor pertanian. Harapannya dapat meningkatakan produktivitas pertanian dan pendapatan daerah  dari proses penyewaan alat dan mesin pertanian.

Gambar 3.Pemberdayaan Petani dengan Alat dan Mesin Pertanian (sumber: antaranews)

    Kepemilikan alat dan mesin pertanian tidak harus selalu diarahkan pada petani secara perorangan. Tidak semua petani mempunyai kemampuan yang memadai dalam pengelolaan alat dan mesin. Untuk pengembangan alat dan mesin petanian dengan teknologi menengah dan maju, sebaiknya diarahkan kepemilikannya pada petani yang mempunyai kemampuan manajerial yang cukup, kelompok tani yang maju atau koperasi yang sudah berkembang, yang tentunya memiliki kemampuan yang lebih baik (Pramudya, 1996). Strategi ini merupakan salah satu hal yang penting dalam pengadaan mekanisasi pertanian dan tentunya juga sebagai pusat sebagai arus jual-beli hasil pertanian, sehingga pendapatan masyarakat pedesaan dapat dipantau melalui jasa dalam bentuk lembaga atau koperasi.

3.    Pembinaan Teknisi Handal
     Pengadaan alat dan mesin pertanian untuk petani yang diadakan melalui program khusus bantuan pemerintah perlu diperhatikan antara kesesuaian antara tingkat teknologi alsintan yang dipergunakan dengan tingkat penerimaan wilayah bersangkutan. Misalnya untuk teknologi yang sudah diterima disuatu daerah tertentu, pengembangan daerah tersebut tidak akan banyak mengalami hambatan. Masalah yang perlu diperhatikan berkaitan ketersediaan bengkel-bengkel alat dan mesin pertanian yang tentunya masih minim dijangkau petani, juga kurangnya ketersediaan teknisi handal dalam penanganan alat dan mesin pertanian yang akan mengalami kerusakan menjadi permasalahan serius.
    Pembinaan dalam hal ini meliputi komponen teknisi bidang mekanisasi pertanian juga pembukaan dan pengembangan perbengkelan alat dan mesin pertanian. Pembinaan tersebut dimaksudkan agar teknisi berfokus pada peningkatan produktivitas pertanian melalui pemeliharaan mekanisasi pertanian, saat ini teknisi masih dikategorikan sebagai tenaga kerja di bidang industri. Pembinaan ini merekrut orang-orang yang pernah menekuni bidang perawatan mesin dan pada pemuda yang berpengalaman hingga menjadikan teknisi yang handal. Selain itu, teknisi dibekali dengan arahan dan bantuan untuk membuka dan mengembangkan perbengkelan pertanian dengan status kepemilikan yang tidak terikat sehingga terbentuknya lembaga usaha yang menampung teknisi handal. 

Gambar 4. Teknisi Alat dan Mesin Pertanian

   Berkaitan dengan penerimaan alat dan mesin pertanian yang diberikan tingkat wilayah tertentu. Perlu diperhatikan juga penempatan teknisi handal dan perbengkelan pertanian yang  mudah diakses para petani, agar bisa memperbaiki alsintan pertanian yang rusak kepada teknisi handal di bengkel pertanian.

4.    Pengembangan Intelektual
   Pengembangan alsintan pertanian tidak dapat dilepaskan dari kegiatan penelitian dibidang ini . Dalam hal ini diperlukan keterlibatan peran orang intelektual seperti dari pihak perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang diharapkan selalu mengikuti perkembangan penerapan alsintan dengan segala aspeknya. Penelitian yang dilakukan diarahkan pada dua hal, yaitu (1) untuk kepentingan masa sekarang, penelitian yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul di lapangan, dan (2) untuk kepentingan masa datang, penelitian yang dilakukan  untuk melakukan antisipasi kebutuhan teknologi di bidang pertanian di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan pada peningkatan efisiensi alsintan saja, tetapi perlu dipikirkan juga masalah peningkatan efisiensi tenaga kerja manusia yang menangani alat dan mesin pertanian tersebut (Pramudya, 1996). 

Gambar 5. Sarjana Teknologi Pertanian

   Peran pemerintah dalam konteks intelektual ini juga memberikan sejenis bantuan atau beasiswa bagi para anak petani atau anak-anak desa yang hidup dekat dengan kawasan pertanian untuk menuntut ilmu pada bidang mekanisasi pertanian. Peran ini menargetkan untuk di masa yang akan datang agar membantu para petani desa dengan bimbingan ilmu yang diperoleh. Selanjutnya, peran intelektual anak desa tersebut mampu menjembatani antara kebutuhan para petani serta kebijakan dari pemerintah sehingga terjalin komunikasi dan transparansi akan keseriusan pemerintah terhadap peningkatan produktivitas ekonomi pertanian. Alhasil, pemerintah bisa memberikan kepercayaan kepada peran intelektual untuk mengawasi produksi pangan dan menjaga kestabilan harga dari para mafia.

5.    Peran Swasta
    Peran pihak swasta, yang memproduksi dan mendistribusikan alsintan sampai ke tingkat petani, perlu ditingkatkan. Pelayanan yang selama ini diberikan masih perlu diberikan, misalnya kemudahan proses kredit, tingkat bunga yang wajar, penyediaan suku cadang yang memadai serta pelayanan puma jual. Untuk lebih memberikan bantuan kepada petani yang berada di pedesaan, jaringan pelayanan yang selama ini hanya terbatas dikota besar perlu diperluas sampai dipelosok-pelosok yang sudah menggunakan alat dan mesin pertanian, sehingga hambatan dalam pengembangan mekanisasi pertanian dapat dikurangi (Pramudya, 1996).
    Pihak swasta berperan aktif berkaitan dalam pembinaan terkini berkaitan teknologi dan inovasi baru yang bekerjasama dengan pihak intelektual. Hal itu disebabkan karena perkembangan akan teknologi begitu cepat sehingga sudah sepantasnya peran swasta juga berperan memberikan bantuan juga arahan berkaitan dengan alsintan terkini.

PENUTUP
Pencapaian strategi yang dinginkan, dapatlah ditarik suatu benang merah, peran, kontribusi, dan posisi strategis pengembangan sumber daya manusia terhadap mekanisasi pertanian dalam pembangunan sistem dan usaha produksi pertanian. Sebagai komponen kunci pertanian modern yang berwawasan pengembangan, mekanisasi pertanian (dalam bentuknya sebagai alat dan mesin pertanian) yang akan dikembangkan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem itu sendiri. Ujung dari pengembangan mekanisasi pertanian tentunya melibatkan pada sistem agribisnis pula. Dinamika perubahan yang mewarnai perkembangan agribisnis akan berpengaruh pula pada ciri alsintan yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, prasyarat mekanisasi pertanian agar mampu memberikan dukungan kepada sistem agribisnis tidak hanya tumbuh sesuai dinamika akar rumput karena harus berpihak kepada kepentingan rakyat (berkerakyatan) dan melibatkan rakyat dalam prosesnya.

DAFTAR PUSTAKA
BBP Mektan. 2015. Telaah Strategis Mekanisasi Pertanian dalam Pembangunan Pertanian Berwawasan Agribisnis. Laporan Akhir Tim Studi Kebijakan Mekanisasi Pertanian. Bandung
Handaka. 2002. Makalah pada Expose dan Seminar Mekanisasi Pertanian dan Teknologi Pasca Panen. Malang
Nasrul, W. 2012. Pengembangan Kelembagaan Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas Petani Terhadap Pembangunan Pertanian. Jurnal Menara Ilmu Vol. III No.29, Juni 2012
Pramudya, B. 1996. Strategi Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Untuk Usahatani Tanaman Pangan. Jurnal Agrimedia Volume 2 No.2 Septemher 1996.



KEPADA PARA PEMBACA AGAR TIDAK MEMPLAGIASI TULISAN INI AKAN TETAPI DAPAT DIJADIKANSEBAGAI REFERENSI DAN RUJUKAN. 
BERKARYALAH DENGAN BIJAK!!!!