8 November 2013

Teknologi Pangan dan Gizi


            Teknologi sudah tidak bisa dipisahkan lagi bagi kehidupan manusia, kenapa demikian? tentu saja alasannya akan memudahkan pekerjaan manusia, praktis, dan higienis serta mampu menetralisir kerugian dan memperoleh keuntungan bagi suatu perusahaan. Di zaman modern dan canggih saat ini, mesin merupakan salah satu cara alternatif dalam proses kemajuan hidup manusia.
            Kebutuhan manusia sealu meningkat baik  primer maupun sekunder yang paling vital di saat sekarang ini, pangan misalnya kebutuhan akan pangan sangat dibutuhkan untuk manusia apalagi dipersempit di Negara Indonesia. Bersinggungan dengan pangan nilai gizi juga mempengaruhi kesehatan dan kualitas hidup seseorang. Pertanian sangat berkaitan penting dalam hal masalah ini, karena jantungnya pangan sudah jelas urusan pertanian. Di era globalisasi, sudah saatnya manusia berinovasi untuk bisa meningkatkan nilai pangan dan Gizi. Jika kita ambil sampel dalam proses pembuatan makanan, maka akan disinggung dengan masalah fermentasi. Teknik fermentasi merupakan aplikasi dari metabolisme sel-sel mikroorganisme untuk mengubah bahan mentah menjadi berbagai macam produk yang bermanfaat. Teknik fermentasi merupakan teknik penting dalam proses bioteknologi tradisional dan modern. Teknik fermentasi tradisional menggunakan mikroorganisme untuk menghasilkan berbagai produk makanan seperti keju, yoghurt, kecap, tempe, roti, dan sake.
Fermentasi yang menghasilkan tekstur seperti pada substrat sereal, biji-bijian, ataupun kacang-kacangan, karena pembentukan miselium kapang yang berfungsi sebagai pengikat antar butir-butir serealia, biji-bijian ataupun kacang-kacangan. Contoh produknya tempe dan oncom. Tempe dibuat dari kedelai dengan bantuan kapang Rhizopus (ragi tempe), sementara oncom dibuat dari ampas tahu (oncom merah) dan bungkil kacang tanah (oncom hitam) menggunakan kapang Neurospora sitophila dan Rhizopus oligosporus. Perbedaan warna pada oncom merah dan hitam disebabkan oleh perbedaan pigmen yang dihasilkan oleh kapang yang digunakan dalam fermentasi. Tempe umum dijumpai di daerah Jawa bahkan juga diberbagai daerah di luar Jawa, sementara oncom populer terutama hanya di daerah Jawa Barat.
Ada mitos yang mengatakan, bahwa kedelai yang diproses, nilai gizinya akan turun. Ternyata, menurut Nurfi Afriansyah, M.Sc. Ahli Gizi & Peneliti Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Litbangkes Kemenkes, gizi yang terkandung dalam kedelai setelah pengolahan, kadarnya bisa tetap atau sedikit berkurang. Tapi, khasiat dan nilai gizi (berhubungan dengan daya cerna dalam tubuh) akan makin meningkat. Selama pengolahan (dengan panas), zat antigizi (misal antitripsin) dapat rusak sehingga meningkatkan daya cerna (zat gizi menjadi lebih mudah dicerna dan diserap) bagi protein dan lainnya. Selain itu, senyawa fitoestrogen (isoflavon) dalam kedelai dapat dibebaskan dan mudah untuk diserap usus halus.
Untuk pengawet, mungkin terlintas dipikiran kita hal tersebut sangat berbahaya untuk kesehatan itu jika kita ambil kesimpulan dari setiap pembuatan tahu, tempe, bakso dan lain-lain menggunakan bahan berbahaya yaitu pengawet formalin untuk mayat. Dan itu yang membuat kekhawatiran masyarakat akan bahayanya pengawet tersebut. Tapi lain halnya jika pengawetan makananan dengan cari keilmuan. Contoh Pengawetan secara kimiawi dilaksanakan dengan penambahan bahan kimia seperti gula, asam, dan garam pada bahan yang diawetkan, ataupun dengan mengekpose produk yang akan diawetkan pada bahan kimia seperti halnya pada proses pengasapan. Kemudian pengawetan secara biologis melibatkan proses fermentasi, baik fermentasi asam atau fermentasi alkohol yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya.
Dan yang terakhir pengawetan secara fisik Merupakan metoda pengawetan yang melibatkan pendekatan fisik, antara lain dengan penambahan sejumlah energi seperti pada proses pemanasan dan radiasi; dengan penurunan suhu terkendali seperti pada proses pendinginan dan pembekuan; dengan mengatur kandungan air bahan yang akan diawetkan seperti pada proses pemekatan, pengeringan, atau pengeringan beku dan dengan penggunaan kemasan pelindung . Pengawetan secara fisik mematikan mikroorganisme yang ada pada bahan pangan dengan cara pemanasan disertai dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-kontaminasi, atau dengan cara pengeringan yaitu pengurangan kadar air produk pangan yang diikuti dengan pengemasan yang mencegah terjadinya re-adsorpsi air. Perlu dicatat bahwa metoda-metoda pengawetan yang dapat berhasil menghentikan pertumbuhan mikroorganisme ini umumnya memberikan konsekuensi yang merugikan mutu sensori dan nilai gizi produk pangan. Sebagai contoh, panas yang digunakan pada proses sterilisasi pada pengalengan akan sangat melunakkan jaringan sel bahan, mengurai chlorophil dan zat-zat antocyanin, menghilangkan flavor dan merusak beberapa vitamin yang terkandung. Sehingga didalam memilih metoda pengawetan yang akan diterapkan selalu berusaha meminimalkan kerugian yang akan didapat dan memaksimumkan kualitas produk yang bisa diraih, contoh proses pengawetan secara fisik yaitu pasteurisasi, sterilisasi, pembekuan, pengentalan dan pengeringan.
            Pada proses pengwetan makanan ada beberapa hal yang dapat menyebabkan mutu makanan itu hilang bahkan terjadi kerusakan pada pangan tersebut, hal itu disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.     Pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan
2.      Katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim indigenus;
3.     Reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan.
4.      Kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan
5.      Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.

Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah dan sayur. Pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme.
Walaupun demikian kewaspadaan kita dalam mengonsumsi makanan untuk kesehatan kita sangat penting bagi kita jadi hendaknya kita dapat memilah dan memilih yang tepat untuk kita konsumsi. Keberadaan makanan tidak layak konsumsi masih ada menjamur dipasar tradisional dan juga pasar swalayan, tanpa kejelian dari pengamatan kita bukan hal yang tidak mungkin kita telah membunuh diri kita sendiri secara peralahan. Upayakan makan-makanan yang tidak cepat saji, bisa jadi makanan tersebut memilki kadar gizi yang sedikit dan memiliki bibit penyakit yang banyak. Jadilah konsumen yang pintar untuk urusan kesehatan.

The Power of Water Penemuan Masaru Emoto

           Masaru Emoto adalah orang berkebangsaan Jepang yang lahir di Yokohama pada 22 Juli 1943, menurut dari beberapa literatur ia adalah seorang penulis dan pengusaha. Departemen Yokohama Municipal University of Humaniora dan Ilmu dengan fokus pada Hubungan Internasional. Pada tahun 1992 ia mendapatkan sertifikat Open International University sebagai seorang Dokter Pengobatan Alternatif.
        Dan kemudian Masaru Emoto melakukan penelitian tentang air setelah mempelajarai konsep klaster air mikro dalam Resonansi teknologi Analisis AS dan Magnetic. Dan mulai melakukan penelitian tentang air, dalam hipotesanya ia mengungkapkan “energi eksternal mengubah bentuk molekul air air tidak hanya sesuai dengan lingkungan sekitarnya melalui bentuk eksternal , tetapi juga yang lebih " mikroskopis " perubahan bentuk molekul”. Berdasarkan hipotesanya menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan terhadap air berpengaruh besar pada kondisi air dan molekul air.


          Kalau dipikir-pikir jika kita mengungkapkan kata-kata do’a atau yang bersifat magis itu telah dilakukan oleh paranormal atau mungkin saja-saja dukun-dukun kampung untuk bisa menyantet orang. Setelah Masaru Emoto  meneliti tentang air ini akhirnya mata kita terbuka akan sensitifnya air terhadap lingkungan. Penelitian Masaru Emoto dibuktikan dengan pengambilan sampel dari air yang jernih dan air yang keruh menunjukkan hasil bentuk molekul yang berbeda dan membentuk kristal yang lebih indah jika diteliti untuk air yang jernih daripada air yang keruh.
             Jika diungkapkan atau ditempelkan kata-kata yang indah atau bersifat positif seperti “aku cinta air” dan “ terima kasih” atau lain sebagainya pada suatu wadah yang berisi air atau air minuman, menurut penelitiannya menghasilkan bentuk kristal yang lebih indah. Dan bila dibandingkan dengan diungkapkan atau ditempelkan dengan kata-kata yang buruk atau bersifat negatif seperti “aku benci air” dan “kamu bodoh” atau lain sebagainya dipastikan bahwa bentuk molekul kristalnya pun akan cacat dan tidak sempurna dibandingkan jika diungkapkan dengan kata-kata yang indah. Ini menunjukkan kesensitifan air sangat tinggi. Jika mengacu pada tindakan yang lebih lagi kita bisa memberikannya dengan musik yang lembut atau klasik dengan musik yang keras atau rock, dipastikan juga hasilnya akan lebih menarik yang musik klasik jika dibandingkan dengan musik keras dan dapat  dilihat dengan fotografi mikroskopis yang berkecepatan tinggi.
               Kejadian ini sama halnya jika dibandingkan dengan manusia, kenapa demikian? Ya, tentu saja 70% dalam diri manusia adalah air. Sangat wajar jika mendapatkan pujian mendapat persaan yang senang tapi jika dikondisikan dengan kata-kata yang buruk atau mendapatkan ancaman otomatis reaksi seseorang itu akan berubah signifikan dengan mengungkapkan ekpresi emosi yang berlebihan. Itulah mengapa Allah mengantisipasi kita agar bisa mengontrol emosi dan kesabaran kita dalam setiap tindakan dan ucapan. “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang Sabar”.
            Demikian tinggi pengaruh terhadapa kehidupan, dalam tindakan Masaru Emoto. Ia telah menerbitkan beberapa buku tentang penelitian air yang untuk disebarluaskan agar seluruh manusia mengetahui arti pentingnya air. Menurut dari sumber, pada tahun 2003 PBB mencanangkan tahun 2005-2015 sebagai International Water untuk Kehidupan Dekade , yang mendesak warga dunia untuk mengambil tanggung jawab individu untuk belajar semua tentang air.