STRATEGI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIA MENGHADAPI
MEKANISASI PERTANIAN
Oleh: Wahyu Aulia, S.TP
PENDAHULUAN
Pemanfaatan Alat dan Mesin Pertanian
(Alsintan) di Indonesia telah dimulai sebelum terjadi Perang Dunia II. Hal
tersebut ditandai dengan penggunaan mesin pengolahan hasil pertanian pada
komoditi tanaman pangan dan perkebunan terkhusus pada produksi gula dan karet
sejak masa transisi kemerdekaan. Pemanfaatan alat dan mesin pertanian tersebut
didatangkan dari luar negeri dalam bentuk alsintan pra panen dan pasca panen
yang kebanyakan berasal dari negara Eropa, Amerika, Jepang dan negara Asia
lainnya. Perkembangan tersebut meningkatkan permintaan akan Alsintan yang telah
mendorong para pengusaha maupun pengusaha baru bertekad menginvestasikan
finansial untuk meningkatkan produksi pada industri tersebut (Pramudya, 1996).
Pada saat dimulainya Pelita I
perkembangan mekanisasi pertanian terlihat semkain baik karena pada saat itu
adanya masukan teknologi yang lebih nyata. Masuknya Alsintan ke Indonesia
memiliki berbagai kendala dalam penerapannya di lahan pertanian Indonesia serta
menyulitkan para petani untuk mengoperasikannya. Kendala yang dimaksud lebih
cenderung pada aspek sosial yang menjadi perhatian pemerintah. Munculnya konsep
mekanisasi pertanian selektif yang merupakan perencanaan pemerataan Alsintan
sesuai dengan potensi dan kemampuan dalam suatu wilayah sehingga terjadinya
ketidakseragaman baik dari segi jenis maupun laju perkembangannya. Alhasil,
puncak pertumbuhan dan perkembangan Alsintan terjadi pada Pelita III dan Pelita
IV di era rezim Soeharto yaitu swasembada pangan. Peningkatan Alsintan mendorong pemerintahan
untuk membuat kebijakan atas usaha untuk melindungi dan mempertahankan industri
di dalam negeri. Kebijakan yang dilakukan mengandalkan penggunaan yang intensif
produk Alsintan dalam negeri serta meningkatkan komponen dan suku cadang dalam
negeri untuk mengurangi penggunaan impor dari luar negeri. Konteks kebijakan
tersebut tentu mampu memberikan tolok ukur kemandirian industri terutama bidang
mekanisasi pertanian. Dalam pelaksanaan untuk mengembangkan mekanisasi pertanian tidak dapat berdiri
sendiri yang merupakan bagian dari sub sistem penunjang (supporting system) dalam proses pemanfaatannya. Mekanisasi
pertanian yang bersifat tidak dapat terbagi (indivisible), alsintan sebaiknya didistribusikan kepada banyak
pemakai terutama pemerataan terhadap petani kecil yang tidak mempunyai cukup
finansial untuk memperolehnya. Selain itu, pengembangan alsintan juga dibekali
dengan pengembangan sumberdaya manusia baik dari segi kemampuan hardskill dan softskill (Handaka, 2002).
PEMBAHASAN
Ruang
lingkup strategis mekanisasi pertanian memiliki batasan yang sangat kompleks
dalam proses pengembangnnya; Pertama, peningkatan produktivitas fokus pada
konteks input benih, bibit, pupuk serta alsintan untuk mengolah yang optimum
dengan menargetkan hasil output yang besar dibandingkan input yang diberikan.
Kedua, efisensi dan proses, cenderung memperhatikan tahap pemberdayaan sumber
daya dengan penyelesaian melalui proses yang telah rencanakan. Ketiga, kualitas
dan nilai tambah yang menitikberatkan pada hasil dan pengolahan melalu
mekanisasi pertanian dengan menekankan dari kerusakan fisik dan mekanis serta
susut produk yang terjadi. Keempat, peningkatan pendapatan dengan mengandalkan
mekanisasi pertanian mampu memberikan kentungan dari biaya produksi dengan
mengolah produk pertanian yang mekanis, teratur serta praktis sehingga pada
akhirnya akan mampu menambah pendapatan usaha tani (Pramudya, 1996).
Pengembangan mekanisasi pertanian yang memiliki
batasan tentu memerlukan perangkat sebagai syarat agar mampu memanajemen
penggunaan mekanisasi pertanian dengan baik. Perangkat yang dimaksud adalah mempersiapkan
kelembagaan dan juga yang terpenting pemberdayaan sumber daya manusia sebagai
pelaku. Petani di Indonesia pada umumnya memiliki karakteristik yang khas
antara lain; mempunyai lahan yang sempit, lemah dalam penyediaan modal serta
tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Pandangan tersebut merupakan
suatu kendala, sehingga pengenalan mekanisasi pertanian memerlukan waktu yang
panjang. Namun, seiring berkembangnya zaman dan teknologi saat ini, pengetahuan
dan keterampilan petani meningkat tetapi
tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada dan kebanyakan petani masih sulit
menerima teknologi mekanisasi pertanian.
A. Strategi
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Latar belakang berkaitan strategi
pengembangan sumber daya manusia pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan
untuk mendongkrak produktivitas pertanian melalui mekanisasi pertanian.
Berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian memaksa pemerintah unuk
menerapkan teknologi dan inovasi untuk mengingkatkan produktivitas pertanian.
Permasalahan selama ini yang sering terjadi dalam melakukan penerapan
mekanisasi pertanian bahwa teknologi dan inovasi yang dibawa kepada petani
lambat dan tidak mampu direspon oleh petani. Hal yang perlu diperhatikan bahwa
petani menganggap lebih baik menggunakan teknik tradisional tanpa harus susah
menguasai teknologi yang ada. Sikap tersebut menimbulkan kesulitan bagi petani
untuk berkembangnya produktivitas pertanian (Tim
BBP Mektan, 2015).
Gambar 1. Kemajuan Teknologi Traktor Tanpa Awak
Berdasarkan
dari permasalahan tersebut, pemerintah sudah seharusnya menerbitkan kebijakan
yang arif terkait pengembangan sumberdaya petani dan tenaga kerja sektor
pertanian. Kebijakan yang dimaksud tertuju pada pembinaan dan pengawasan yang
insentif serta berkelanjutan agar mampu mencapai target produksi.
1. Pembinaan
Tenaga Kerja Terampil
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
pengembangan mekanisasi pertanian ditingkat usaha tani yang tidak disertai
keterampilan pengelolaannya akan mengalami hambatan. Pembinaan yang bersifat
personal ini difokuskan pada pemberian softskill
dan keahlian dalam mengoperasikan
alat dan mesin pertanian yang akan diadopsi oleh petani. Pembinaan pada
mekanisasi pra panen hingga pasca panen serta pengolahan bahan produk pertanian
merupakan lingkup yang harus dikuasai tenaga kerja. Tenaga kerja mampu
bersinergi dengan petani sehingga mampu menyelesaikan proses penanaman hingga
panen sesuai dengan target yang diinginkan. Upaya ini perlu dipikirkan suatu
insentif yang kompetitif terhadap sektor non-pertanian, mengingat
daya tarik sektor lain khususnya sektor industri sangat besar bagi masyarakat
pedesaan.
Gambar 2. Menteri Pertanian RI mengoperasikan Traktor Roda Empat
Pembinaan hendaknya dilakukan secara
intensif dan didukung dengan berbagai sarana dan pra sarana yang diikuti dengan
program berkelanjutan agar tidak terputus dari pembinaan tenaga kerja yang
terampil. Umumnya tenaga kerja terampil dipadakan kaum-kaum muda yang memiliki
kelihaian dan mudah menyerap informasi dari inovasi teknologi mekanisasi
pertanian. Pembinaan dapat ditempatkan pada tingkat kabupaten atau kecamatan
sehingga terjadi pemerataan terhadap desa yang memiliki potensi pertanian yang
besar.
2. Pengembangan
Jasa Penyewaan
Dalam kegiatan
usahatani petani masih bekerja sebagai individu dan menjadikan peran dalam
kategori lemah yang disebabkan karena mengelola usahatani dengan luas garapan
kecil dan terpencar termasuk juga dalam pengadaan alsintan dengan kepemilikan
modal yang rendah. Pemerintah perlu memperhatikan dengan penguatan kelembagaan
melalui kelompok tani atau sejenisnya untuk menguatkan pemerataan mekanisasi
pertanian disetiap petani dengan proses jas sewa alsintan (Nasrul, 2012).
Pengembangan
jasa penyewaan memiliki tujuan untuk memudahkan para petani untuk berkoordinasi
terhadap pengelolaan alat dan mesin pertanian, sehingga mampu membantu sesama
petanian dengan kemampuan finansial yang rendah akan kepemilikan alat dan mesin
pertanian. Untuk itu perlu diadakannya pengembangan jasa penyewaan alat dan
mesin pertanian yang dikelola oleh lembaga kelompok petani atau non-petani yang
memiliki finansial yang baik dan mau berkecimpung di sektor pertanian. Harapannya
dapat meningkatakan produktivitas pertanian dan pendapatan daerah dari proses penyewaan alat dan mesin
pertanian.
Gambar 3.Pemberdayaan Petani dengan Alat dan Mesin Pertanian (sumber: antaranews)
Kepemilikan alat dan
mesin pertanian tidak harus selalu diarahkan pada petani secara perorangan. Tidak
semua petani mempunyai kemampuan yang memadai dalam pengelolaan alat dan mesin.
Untuk pengembangan alat dan mesin petanian dengan teknologi menengah dan maju,
sebaiknya diarahkan kepemilikannya pada petani yang mempunyai kemampuan
manajerial yang cukup,
kelompok tani yang maju atau koperasi yang sudah berkembang, yang tentunya
memiliki kemampuan yang lebih baik (Pramudya, 1996). Strategi ini merupakan
salah satu hal yang penting dalam pengadaan mekanisasi pertanian dan tentunya
juga sebagai pusat sebagai arus jual-beli hasil pertanian, sehingga pendapatan
masyarakat pedesaan dapat dipantau melalui jasa dalam bentuk lembaga atau
koperasi.
3.
Pembinaan
Teknisi Handal
Pengadaan alat
dan mesin pertanian untuk petani yang diadakan melalui program khusus bantuan
pemerintah perlu diperhatikan antara kesesuaian antara tingkat teknologi
alsintan yang dipergunakan dengan tingkat penerimaan wilayah bersangkutan.
Misalnya untuk teknologi yang sudah diterima disuatu daerah tertentu,
pengembangan daerah tersebut tidak akan banyak mengalami hambatan. Masalah yang
perlu diperhatikan berkaitan ketersediaan bengkel-bengkel alat dan mesin
pertanian yang tentunya masih minim dijangkau petani, juga kurangnya
ketersediaan teknisi handal dalam penanganan alat dan mesin pertanian yang akan
mengalami kerusakan menjadi permasalahan serius.
Pembinaan dalam hal ini meliputi komponen
teknisi bidang mekanisasi pertanian juga pembukaan dan pengembangan
perbengkelan alat dan mesin pertanian. Pembinaan tersebut dimaksudkan agar
teknisi berfokus pada peningkatan produktivitas pertanian melalui pemeliharaan
mekanisasi pertanian, saat ini teknisi masih dikategorikan sebagai tenaga kerja
di bidang industri. Pembinaan ini merekrut orang-orang yang pernah menekuni
bidang perawatan mesin dan pada pemuda yang berpengalaman hingga menjadikan
teknisi yang handal. Selain itu, teknisi dibekali dengan arahan dan bantuan
untuk membuka dan mengembangkan perbengkelan pertanian dengan status
kepemilikan yang tidak terikat sehingga terbentuknya lembaga usaha yang
menampung teknisi handal.
Gambar 4. Teknisi Alat dan Mesin Pertanian
Berkaitan dengan
penerimaan alat dan mesin pertanian yang diberikan tingkat wilayah tertentu.
Perlu diperhatikan juga penempatan teknisi handal dan perbengkelan pertanian
yang mudah diakses para petani, agar
bisa memperbaiki alsintan pertanian yang rusak kepada teknisi handal di bengkel
pertanian.
4.
Pengembangan
Intelektual
Pengembangan
alsintan pertanian tidak dapat dilepaskan dari kegiatan penelitian dibidang ini
. Dalam hal ini diperlukan keterlibatan peran orang intelektual seperti dari
pihak perguruan tinggi dan lembaga penelitian yang diharapkan selalu mengikuti
perkembangan penerapan alsintan dengan segala aspeknya. Penelitian yang
dilakukan diarahkan pada dua hal, yaitu (1) untuk kepentingan masa sekarang, penelitian
yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang muncul di lapangan, dan (2)
untuk kepentingan masa datang, penelitian yang dilakukan untuk melakukan antisipasi kebutuhan
teknologi di bidang pertanian di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini
tidak hanya ditujukan pada peningkatan efisiensi alsintan saja, tetapi perlu
dipikirkan juga masalah peningkatan efisiensi tenaga kerja manusia yang
menangani alat dan mesin pertanian tersebut (Pramudya, 1996).
Gambar 5. Sarjana Teknologi Pertanian
Peran pemerintah
dalam konteks intelektual ini juga memberikan sejenis bantuan atau beasiswa
bagi para anak petani atau anak-anak desa yang hidup dekat dengan kawasan
pertanian untuk menuntut ilmu pada bidang mekanisasi pertanian. Peran ini
menargetkan untuk di masa yang akan datang agar membantu para petani desa dengan
bimbingan ilmu yang diperoleh. Selanjutnya, peran intelektual anak desa
tersebut mampu menjembatani antara kebutuhan para petani serta kebijakan dari
pemerintah sehingga terjalin komunikasi dan transparansi akan keseriusan
pemerintah terhadap peningkatan produktivitas ekonomi pertanian. Alhasil, pemerintah bisa memberikan kepercayaan kepada peran intelektual untuk mengawasi
produksi pangan dan menjaga kestabilan harga dari para mafia.
5.
Peran
Swasta
Peran pihak swasta, yang
memproduksi dan mendistribusikan alsintan sampai ke tingkat petani, perlu
ditingkatkan. Pelayanan yang selama ini diberikan masih perlu diberikan,
misalnya kemudahan proses kredit, tingkat bunga yang wajar, penyediaan suku
cadang yang memadai serta pelayanan puma jual. Untuk lebih memberikan bantuan
kepada petani yang berada di pedesaan, jaringan pelayanan yang selama ini hanya
terbatas dikota besar perlu diperluas sampai dipelosok-pelosok
yang sudah menggunakan alat dan mesin pertanian, sehingga hambatan dalam
pengembangan mekanisasi pertanian dapat dikurangi (Pramudya, 1996).
Pihak
swasta berperan aktif berkaitan dalam pembinaan terkini berkaitan teknologi dan
inovasi baru yang bekerjasama dengan pihak intelektual. Hal itu disebabkan
karena perkembangan akan teknologi begitu cepat sehingga sudah sepantasnya
peran swasta juga berperan memberikan bantuan juga arahan berkaitan dengan
alsintan terkini.
PENUTUP
Pencapaian strategi yang
dinginkan, dapatlah ditarik suatu benang merah, peran, kontribusi, dan posisi
strategis pengembangan sumber daya manusia terhadap mekanisasi pertanian dalam
pembangunan sistem dan usaha produksi pertanian. Sebagai komponen kunci
pertanian modern yang berwawasan pengembangan, mekanisasi pertanian (dalam
bentuknya sebagai alat dan mesin pertanian) yang akan dikembangkan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem itu sendiri. Ujung dari pengembangan
mekanisasi pertanian tentunya melibatkan pada sistem agribisnis pula. Dinamika
perubahan yang mewarnai perkembangan agribisnis akan berpengaruh pula pada ciri
alsintan yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, prasyarat mekanisasi pertanian agar
mampu memberikan dukungan kepada sistem agribisnis tidak hanya tumbuh sesuai
dinamika akar rumput karena harus berpihak kepada kepentingan rakyat
(berkerakyatan) dan melibatkan rakyat dalam prosesnya.
DAFTAR PUSTAKA
BBP Mektan. 2015. Telaah Strategis Mekanisasi Pertanian dalam Pembangunan Pertanian
Berwawasan Agribisnis. Laporan Akhir Tim Studi Kebijakan Mekanisasi
Pertanian. Bandung
Handaka. 2002. Makalah pada Expose dan Seminar Mekanisasi Pertanian dan Teknologi
Pasca Panen. Malang
Nasrul,
W. 2012. Pengembangan Kelembagaan
Pertanian Untuk Peningkatan Kapasitas Petani Terhadap Pembangunan Pertanian.
Jurnal Menara Ilmu Vol. III No.29, Juni 2012
Pramudya, B. 1996. Strategi Pengembangan Alat dan Mesin
Pertanian Untuk Usahatani Tanaman Pangan. Jurnal Agrimedia Volume 2 No.2 Septemher 1996.
KEPADA PARA PEMBACA AGAR TIDAK MEMPLAGIASI TULISAN INI AKAN TETAPI DAPAT DIJADIKANSEBAGAI REFERENSI DAN RUJUKAN.
BERKARYALAH DENGAN BIJAK!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar